Day 21: Membawa Saya Kembali ke Kenangan Masa Kecil

Santai614 Views

GITULAH.COM PENGANTAR REDAKSI: Mulai Jumat (19/7/2024) seorang penjelajah bersepeda bernama Taufik Abriansyah memulai ekspedisi “Gowes ke Sabang, Gowes ke Marauke”. Sesuai judulnya, mantan wartawan Majalah Tempo ini berniat gowes ke ujung barat dan timur Indonesia dalam rangka mensyukuri nikmat Allah dan merayakan Indonesia. Mulai Senin (22/7) gitulah.com menurunkan ekspedisi tersebut. Selamat membaca.

Day 21

Palembang – Betung

Hari ini saya kembali melanjutkan perjalanan ke kota berikutnya. Kota besar berikutnya yang akan saya tuju adalah Kota Jambi, Provinsi Jambi.

Rute yang akan saya tempuh sebenarnya tidaklah benar-benar asing. Dulu sekitar 15 tahun lalu saya pernah naik bis dari Padang tujuan Palembang. Jalan yang dilalui sama persis dengan yang akan saya lalui sekarang.
Tapi karena waktu itu perjalanan dilakukan pada malam hari, saya benar-benar lupa mengenai gambaran rute yang akan saya jalani.

Pagi ini, seperti tiga hari kemarin, pempek kembali menjadi menu sarapan saya. Kali ini pempek kapal selam. Pempek telok, kata kami orang Palembang.

Sambil sarapan kembali berkesempatan main dengan Zasye. Orok 5 bulan ini sungguh menggemaskan. Apalagi kalau dia sudah tersenyum. Rasanya senang banget.

Barang-barang sudah saya kemasi dari pagi. Berangsur-angsur saya pasang kembali di sepeda. Sekitar jam 08.00 saya mulai berpamitan. Seluruh anggota keluarga (Taufan, Sukarsih, Mega, Maya, Shella, Zasye) plus Cicik Se’ah dan Cicik Uda berkumpul untuk melepas saya.

Seperti biasa setiap mampir di rumah dulur, saya diberi bekel untuk makan siang. Sukarsih membungkuskan nasi plus udang untuk saya. Ditambah lagi pempek, dan berbagai buahan. Paket komplet.

Dari rumah di Jalan Eka Bakti saya menuju Simpang Sekip. Di perempatan, sepeda saya dorong saja untuk melewati lampu merah, ketimbang harus melalui U-Turn di depan Panglima.

Menyusuri jalan Jenderal Sudirman saya melewati berbagai tempat yang membawa saya kembali ke kenangan masa kecil. Ada Markas Kodam Sriwijaya, tempat dulu kami Shalat Ied. Ada Rumah Sakit Umum tempat dulu almarhum bapak saya dirawat. Ada Pasar Pal 5. Dan seterusnya.

Yang berbeda sekarang ada beberapa fly over persimpangan jalan. Misalnya fly  over Polda, dan fly over Asrama Haji. Dan yang paling terasa kemajuan kota Palembang adalah adanya jalan rel LRT yang membentang di tengah jalan Sudirman.

Topik Lain :  Tidak Hanya Kaya Protein, Ini 9 Manfaat Makan Telur untuk Sarapan bagi Kesehatan

Masuk ke daerah Talang Betutu, yang dulu saya kenal sebagai daerah bandar udara, kini sudah berubah nama. Namanya menjadi Pangkalan TNI AU Sri Mulyono Herlambang. Mungkin sudah lama berganti nama, saya saja yang kurang  update.

Cuaca agak mendung dan tidak begitu panas karena matahari dari arah kanan. Saya belum perlu memakai kaca mata. Lewat kilometer 14, jalan mulai lebih sepi. Dan mulai ketemu kebun karet dan kelapa sawit. Sekitar jam 10 saya melipir di Masjid Nurul Islam, Desa Mainan. Istirahat, sejenak sambil meletakkan titipan alat shalat.

Seperti dimaklumi, dalam perjalanan ini saya memang membuka kesempatan bagi teman-teman untuk berdonasi perangkat shalat. Hanya alat shalat (yaitu sarung, mukena, dan sajadah). Beberapa teman menitipkan uang yang kemudian saya belanjakan alat shalat di berbagai kota.

Di daerah Sembawa, saya mampir ke rumah Oom Yudha, rekan member KSTI (Komunitas Sepeda Touring Indonesia), yang kemarin ketemu saya di Palembang. Jarak dari rumahnya ke Palembang ternyata ada 32 kilometer. Kemarin dia tempuh PP dengan seli (sepeda lipat). Benar-benar strong.

Oom Yudha bersama istrinya menyambut saya dengan gembira. Sudah disiapkannya berbagai makanan untuk saya. Termasuk es kacang merah. Dan tentu saja ada pempek.

Kami berbicara dalam bahasa Sunda. Maklumlah beliau aslinya orang Ciawang, Singaparna, Tasikmalaya. Saya memanggilnya kang, meski dia lebih muda dari saya. Kang Yudha sudah 38 tahun tinggal di Palembang. Kebalikan dengan saya yang sudah hampir 40 tahun menetap di Bandung. Kang Yudha mendapat istri orang Palembang.

Kami berbincang-bincang dengan akrab. Topiknya tentu saja seputar sepeda, dan seputar touring. Istri Oom Yudha juga ikut bertanya ini-itu kepada saya. Rumah Om Yudha sering juga disinggahi peturing yang lewat jalur ini.

Tidak terasa lama juga saya di tempat Oom Yudha. Saat melepas saya, istri Oom Yudha membungkuskan semua makanan yang tadi disajikan untuk saya. “Ini pempek bikin dewek (sendiri),” katanya.

Tidak jauh dari rumah Oom Yudha, ada SMK Pertanian. Dulu waktu masih bocil, saya pernah punya keinginan sekolah di sini. Gara-gara saya diajak main ke sini, dan melihat sekolahnya sangat rapi. Dulu namanya SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas). Tapi keinginan itu menguap begitu saya saat lulus SMP.

Topik Lain :  Jumlah Turis Asing pada Desember 2022 Meroket 447,08 Persen

Selepas daerah Sembawa kontur jalan mulai berupa alur gelombang. Benar-benar seperti gelombang. Dan lumayan menguras tenaga. Apalagi matahari sudah di atas kepala. Masuk daerah Pangkalan Balai, cuaca meredup. Saya senang karena tidak terlalu panas. Tapi waktu mulai turun hujan, saya mulai kerepotan.

Dari maps yang saya pelajari, ada jalan Lingkar melewati Komplek Perkantoran Pemkab Banyuasin. Saya memilih jalan itu. Ternyata jalannya sangat sepi. Sepi dari kendaraan yang lewat, sepi pula dari bangunan. Lalu gerimis turun. Tidak ada tempat berteduh. Mana kontur jalannya bergelombang pula. Saya hanya bisa pasrah sembari berdoa hujan tidak makin deras.

Alhamdulillah, sebelum semua barang benar-benar basah, hujan berhenti. Jalan lingkar ini ada sekitar 10 kilometer. Lalu masuk lagi ke jalan Lintas Sumatra.

Jalan kembali bergelombang. Benar-benar menyiksa. Rasanya tidak ada akhirnya. Nanjak sekitar 100 meter, turun lagi 100 meter. Begitu seterusnya.

Beberapa kali saya harus berhenti. Beristirahat sembari mengumpulkan tenaga. Melipir ke masjid untuk Shalat Dzuhur dan buang air kecil.

Sekitar pukul 15.00 saya masuk Kota Betung. Ini kota kecamatan yang cukup ramai. Ada persimpangan jalan menuju kota Sekayu, ibu kota Kabupaten Musi Banyuasin.

Di satu turunan saya merasakan ban sepeda seperti ngageol. Saya berhenti dan periksa. Ternyata kurang angin. Saya pompa. Dan jalan lagi.

Melewati persimpangan ke Sekayu, saya merasakan laju sepeda kembali tidak enak. Ternyata kurang angin lagi. Saya pompa lagi.

Hari sebenarnya belum terlalu sore. Saya lihat speedometer, jarak yang saya tempuh baru 68 km. Tapi tenaga saya sudah terkuras, ditambah pula kondisi ban sepeda yang bermasalah. Saya akhirnya memutuskan melipir ke penginapan yang ada di depan saya.

Semula saya merencanakan finish hari ini di SPBU Babat Supat. Jaraknya masih sekitar 20 km lagi. Di SPBU itu ada masjid yang saya incar jadi tempat menginap.