Day 11: Alhamdulillah, Saya Masih Kebagian Kurma dan Air Zamzam.

Santai689 Views

GITULAH.COMPENGANTAR REDAKSI: Mulai Jumat (19/7/2024) seorang penjelajah bersepeda bernama Taufik Abriansyah memulai ekspedisi “Gowes ke Sabang, Gowes ke Marauke”. Sesuai judulnya, mantan wartawan Majalah Tempo ini berniat gowes ke ujung barat dan timur Indonesia dalam rangka mensyukuri nikmat Allah dan merayakan Indonesia. Mulai Senin (22/7) gitulah.com menurunkan ekspedisi tersebut. Selamat membaca.

Day 11
Kotabumi – Sumber Jaya (Lampung)

Menginap di kamar yang disediakan Oom Misdi itu sungguh terasa mewah untuk kelas peturing seperti saya ini. Dua hari ini saya tidur nyaman di kamar ber-AC. Sungguh saya bersyukur atas rezeki yang saya terima.

Saya juga berterima kasih kepada semua yang mendukung. Sepanjang perjalanan saya menerima banyak pesan yang menyemangati. Ini menambah vitamin.

Oom Misdi telah menyediakan nasi kuning untuk sarapan pagi. Kami menyantapnya sambil meneruskan cerita di ruang belakang rumahnya.

Di bagian belakang rumahnya sepertinya memang tempat menerima tamu, dengan jumlah yang banyak. “Dulu anak-anak vespa yang suka mampir ke sini,” katanya. Rupanya sebelum suka sepeda, Oom Misdi adalah penggemar vespa. Suka touring juga. Vespanya terawat dengan baik.

Kini sebagai federalist, Oom Misdi mendedikasikan bagian belakang rumah untuk persinggahan peturing. Dan tentu saja peturing bersepeda federal seperti saya.

Sekitar jam 08.00, Oom Yoeli yang kemarin menjemput saya di Gunung Labuhan, datang merapat. Oom Misdi dan Oom Yoeli rupanya sudah janjian akan mengawal saya hingga Bukit Kemuning.

Bukan karena daerah itu dianggap rawan, tetapi karena sekalian saja mereka juga ingin gowes jauh. Saya yang semula sungkan dikawal begitu jauh (jarak ke Bukit Kemuning 44 km), akhirnya senang juga karena ada teman jalan.

Dari rumah Oom Misdi yang sekaligus jadi RF Lampung Utara kami bergerak melewati pusat kota. Berhenti dulu di perempatan yang ada *Tugu Payan Mas*. Foto-foto dulu. Tugu ini salah satu ikon Kotabumi.

Kami mengayuh dengan formasi Oom Misdi di depan, saya di tengah, dan Oom Yoeli di bekakang. Kecepatan ideal sekitar 15 km per jam. Meski kontur jalannya rolling naik turun, kecepatan kami cukup konstan. Hanya dua kali kami berhenti untuk minum. Di jalur ini tanjakan Abung Kunang yang terasa cukup pedas.

Topik Lain :  Day 36: Peristiwa Mendebarkan Saat Melintasi Daerah Rao

Sampai di daerah Ogan Lima, Oom Misdi mengarahkan kami masuk ke sebuah rumah di sebelah kanan jalan. Rupanya ini rekan sesama goweser di Kotabumi. Namanya Prasetyo. Panggilannya Oom Pras. Beliau pensiunan guru. Sekitar setengah jam kami berbagi cerita di Rumah Oom Pras sambil menikmati jeruk segar.

Sewaktu mau berangkat lagi, ternyata ada pergantian pengawalan. Oom Misdi dan Oom Yoeli balik ke arah Kotabumi, sementara Oom Pras yang akan menemani saya hingga Bukit Kemuning. Alhamdulillah masih ada teman di jalan, pikir saya.

Memakai sepeda Polygon Xtrada, Oom Pras bersama saya menuju Bukit Kemuning. Sesekali dia mepet saya karena ingin sambil ngobrol. Di satu tanjakan Oom Pras mengarahkan saya untuk berhenti di sebuah warung.

“Makan pempek, mau?” tanyanya. Tentu saja saya tidak menolak. Sayang pempeknya belum ada. Yang ada adalah gorengan seperti bala-bala di Bandung.

Gowes lagi. Sekitar satu dua kilo menjelang masuk Bukit Kemuning, ketemu tanjakan yang lumayan ekstrem. Tapi syukurlah kami berhasil melewatinya. Tiba di Bukit Kemuning sekitar jam 12.30. Saya lihat banyak pengendara motor dengan jaket ojek online. Keren juga kota sekecil ini ada gojek dan grab.

Setelah makan siang di warung Padang, saya berpisah dengan Oom Pras. Beliau balik lagi ke Ogan Lima, saya meneruskan perjalanan belok kiri ke arah Sumber Jaya. Kali ini saya sendirian.

Ke Sumber Jaya ini sebenarnya melenceng dari jalur utama lintas Sumatra. Dari Bukit Kemuning harusnya langsung ke arah Way Kanan dan Martapura. Belok kiri ini berarti ke arah Bengkulu. Saya sengaja melakukan ini karena ingin bersilaturahmi dengan saudara adik kakek nenek di Sumber Jaya. Kak Syahrin dan Cek Murni, kebetulan baru pulang dari menunaikan ibadah haji tahun ini. Dengan mengunjunginya saya berharap masih dapat uap-uap tanah suci.

Topik Lain :  Di Tanjungpura Bekasi Nyaris Alami Insiden yang Bisa Buat Celaka

Tidak jauh dari pertigaan Bukit Kemuning, saya melihat ada kantor Pegadaian. Yang “mengatasi masalah tanpa masalah”. Saya jadi teringat Pak Iwan Nirwana, ketua RT di tempat tinggal saya di Cipageran.

Semacam de javu, Pak Iwan baru saja mengirimkan pesan bahwa beliau telah mengirim uang ke rekening saya. “Saya salut dengan yang bapak lakukan. Ini sedikit sebagai dukungan,” katanya. Alhamdulillah, ada saja rezeki saya, untuk menambah semangat menyelesaikan perjalanan ini sesuai rencana.

Di Masjid Babussalam saya berhenti. Shalat dzuhur sekaligus beristirahat. Seperti biasa, ada saja yang menegur saya. Salah satunya pasangan suami istri dari Tarogong, Garut, yang sedang melintas menuju Liwa. Kami pun berbahasa Sunda.

Setelah cukup beristirahat, saya kembali melanjutkan perjalanan. Di luar dugaan saya, ternyata jalur dari Bukit Kemuning hingga Sumber Jaya ini mayoritas tanjakan. Mulai dari yang landai hingga yang ekstrem. Jaraknya 22 km. Tapi dua pertiganya jalur pendakian. Asli kesangan (keringatan). Bahkan baju saya kuyup oleh keringat. Berkali-kali saya berhenti untuk ambil napas. Berkali-kali pula saya melantunkan dzikir asmaul husna, untuk mengurangi stres tanjakan ini. Warga yang tengah menjemur kopi melihat saya sambil tersenyum. Ada juga yang menyilakan mampir.

Setelah melewati hutan pinus yang ada rest area, barulah jalannya menurun. Jarak Sumber Jaya masih sekitar 4 km lagi. Kebayang besok pagi saya akan melalui jalur ini.

Sekitar jam 17.00 saya tiba pertigaan yang ada *Patung Soekarno,* yang menjadi ikon Sunber Jaya. Tentu saja saya tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk ambil foto.

Dari pertigaan itu, sekitar 500 meter ke arah kiri yang menjadi tujuan saya hari ini. Kak Sahrin dan Cek Murni sudah menunggu. Mereka menyambut saya dengan suguhan oleh-oleh dari Makkah.

Alhamdulillah, saya masih kebagian kurma dan air zamzam. Segala penat selepas nanjak tadi menjadi sirna.

Senin, 29 Juli 2024

Taufik Abriansyah