Sampai di Pulau Buton

Santai169 Views

GITULAH.COMDay 46 [Maumere – Baubau]

Pengantar Redaksi: Taufik Abriansyah, seorang pegowes sepeda asal Cipageran, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, akan melanjutkan rencana perjalanannya mengayuh dari Cipageran-Sabang-Merauke yang sudah dia lakukan beberapa bulan lalu. Setelah rute Cipageran-Sabang, kali ini mantan wartawan ini mulai menjelajahi rute Cipageran-Merauke. Gitulah.com menurunkan catatan perjalanan Taufik mulai Selasa (6/5/2025). Selamat mengikuti.

TIDUR saya lumayan nyenyak tadi malan. Saya sengaja makan obat Antimo supaya cepat tertidur.

Semalam waktu saya lebih banyak diisi dengan ngobrol dengan bapak-bapak yang ada di sebelah saya. Salah satunya ada Om Murdin. Beliau saya kenal sebagai muazin sekaligus imam cadangan Masjid Al Muhajirin di Maumere.

Om Murdin bepergian dari Maumere ke Makassar untuk menjemput istrinya. Kami lalu berdiskusi tentang banyak hal. Salah satunya tentang aktivitasnya sebagai anggota jamaah tabligh. “Ahamdulillah saya bisa bergiat di jalan Allah,” katanya.

Om Murdin menganggap saya mendapat rezeki sekaligus karena mendapat tempat tidur bersebelahan dengan gadis muda yang cantik. “Allah memberi antum rezeki, tapi sekaligus sebagai ujian,” katanya sambil tertawa.

Saya tidur cepat karena tadi malam penumpang yang naik dari Maumere belum mendapat jatah makan. Untungnya saya sudah membeli bekal banyak gorengan yang membuat perut saya bisa bertahan kenyang.

Saya terbangun oleh suara di speaker yang menginformasikan waktu pelaksanaan shalat Subuh akan berlangsung sepuluh menit lagi.

Saya bergegas menuju mushala yang terletak di Dek 7 saat suara azan dikumandangkan. Mushala terlihat penuh. Arah kiblat sudah ditentukan dari tulisan di dinding. Arah kiblat WIB, arah kiblat WITA dan arah kiblat WIT. Maksudnya kita shalat menghadap arah itu saat posisi kapal berada di zona mana. Di dinding kapal ada juga papan prasasti mushala yang ditanda tangani Menteri Perhubungan jadul Azwar Anas.

Selepas Subuh saya menjalankan rutinitas saya menikmati segelas kopi. Tidak perlu menyalakan kompor, karena di kapal PELNI ada keran tempat mengambil air panas. Setelah itu saya ngagoler lagi. Pagi sekitar jam 07.00 ada pengumuman untuk mengambil sarapan di Dek 4. Saya ngantre bersama Om Murdin. Meski antreannya sangat panjang, tapi suasananya cukup kondusif.

Topik Lain :  Serba-serbi Manfaat Jahe Bagi Kesehatan Anda

Menu yang saya dapatkan hari ini adalah nasi putih dengan ayam ditumis, sebotol minuman, susu, dan kerupuk. Alhamdulillah.

Sekitar jam 9 kapal sudah masuk perairan Buton. Samar-samar pulaunya kelihatan. Tiba-tiba saya merasa terharu dan bangga. Tidak disangka ada banyak tempat di Indonesia yang akhirnya bisa saya kunjungi.

Ingatan saya melayang ke masa kecil saya. Ke zaman saya belum bisa baca tulis. Di rumah tempat saya dilahirkan itu ada peta Indonesia yang dipasang ayah saya di dinding. Peta yang berukuran lumayan besar. Apalagi untuk ukuran saya yang masih bocah.

Lalu seiring waktu saat saya bisa membaca dan mulai melek bahwa dunia tidak seluas daun kelor, saya sering memperhatikan peta itu. Bahkan bisa berlama-lama.

Kemudian saat masuk sekolah, dan belajar pengetahuan umum, saya sering berdiri di depan peta itu mencari lokasi tempat yang tadi diajarkan di sekolah.

Misalnya ketika di sekolah diajarkan Pulau Buton sebagai penghasil aspal, maka di peta di rumah saya cari Pulau Buton ada di mana. Alhamdulillah berkat peta itu, sejak kecil pengetahuan geografi sangat bagus.

Mungkin karena peta itulah jiwa saya tumbuh untuk berkelana mendatangi sebanyak mungkin tempat di Indonesia. Sabang, Singkawang, Bromo, Bali, Toraja, Manado, Merauke, yang dulu sering saya tandai ingin saya datangi, alhamdulillah telah tercapai.

Tinggal Ternate (Maluku Utara) saja, di antara obsesi saya, yang belum pernah saya datangi. Mudah-mudahan nanti ada waktunya saya sampai ke Ternate.

Maka saat kapal sandar di Pelabuhan Murhum Baubau sekitar jam 10 tadi, saya merasa sangat senang. Mencapai pulau yang namanya saya kenal di buku HPU (Himpunan Pengetahuan Umum) saat masih bocah dulu, sekaligus menambah panjang daftar pulau yang saya singgahi.

Karena kapal tiba di hari masih pagi, saya sangat nyantai. Bahkan saya turun terakhir. Saat penumpang lain sudah pada turun. Biar lebih leluasa menurunkan sepeda. Dan seperti biasa, saya pun menjadi tontonan. Saya akan tinggal 2 malam di Baubau, sambil menunggu kapal yang akan menuju etape berikutnya Baubau – Ambon.

Topik Lain :  Ramadhan Jazz Festival Kembali Digelar di Masjid Cut Meutia Jakarta

Keluar dari pelabuhan saya mengarahkan sepeda menuju Masjid Agung Baubau. Dekat saja dari pelabuhan jaraknya sekitar 500 meter. Selain memang kebiasaan mampir di masjid terbesar di kota yang baru saya datangi, saya juga ingin melihat kemungkinan untuk numpang menginap.

Tiba di masjid, saya terkesan dengan kubahnya yang sangat besar. Di bagian dalam bahkan dihiasi dengan kaligrafi yang sangat indah. Masjidnya besar banget. Bisa menampung ribuan jamaah.

Namun niat untuk numpang nginap di masjid ini saya urungkan karena saya melihat kendaraan diparkir di luar masjid. Di pinggir jalan raya. Rasanya tidak nyaman untuk sepeda saya. Tidak ada kanopi pula. Kasihan nanti Si Lady kalau kehujanan.

Saya bergerak menelusuri kota. Siapa tahu ada penginapan yang murah meriah. Tidak jauh dari masjid agung, ternyata ada lorong yang berisi banyak penginapan. Rata-rata mereka pasang harga Rp 150 ribu untuk kamar dengan kipas angin, dan mulai Rp 250 ribu kamar AC.

Karena masih banyak waktu, saya teruskan bersepeda ke pantai dan pasar. Suasana kota terasa cukup ramai. Di pusat kota kebanyakan jalan dibuat satu arah. Saya masih melihat becak beroperasi di sini.

Baubau adalah kota pemekaran dari Kabupaten Buton. Kota ini punya sejarah panjang terkait Kerajaan Buton. Salah satu jejak peninggalannya adalah Benteng Keraton Buton yang kini menjadi salah satu tempat wisata di Baubau.

Saya merencanakan ke Benteng Keraton Buton besok hari saja. Karena saya tahu jalannya akan mendaki. Hari ini saya mau gowes di kontur jalan yang rata saja.

Di Jalan Emy Saelan saya menemukan penginapan yang cocok dengan kantong saya, sebagai peturing federal. Begitu saya rebahan di kamar, terdengar suara hujan turun.

Dalam hati saya berucap, Alhamdulillah. Allah kembali mengabulkan doa saya: “Kalau Engkau mau menurunkan hujan, beri dulu aku tempat berteduh”.

Baubau, 14 Juni 2025

Taufik Abriansyah