‘Punten, Permisi dari Bandung Mau Lewat’

Santai205 Views

GITULAH.COMDay 29 [Dompu – Bima 65 km)

Pengantar Redaksi: Taufik Abriansyah, seorang pegowes sepeda asal Cipageran, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, akan melanjutkan rencana perjalanannya mengayuh dari Cipageran-Sabang-Merauke yang sudah dia lakukan beberapa bulan lalu. Setelah rute Cipageran-Sabang, kali ini mantan wartawan ini mulai menjelajahi rute Cipageran-Merauke. Gitulah.com akan menurunkan catatan perjalanan Taufik mulai Selasa (6/5/2025). Selamat mengikuti.

BANGUN pagi ini saya dikejutkan suara gemericik hujan yang jatuh di seng atap kanopi tempat saya menginap.

Tempat saya menginap ini adalah sebuah losmen di Jalan Sultan Hasanudin, Dompu. Ini penginapan pertama yang saya lihat saat masuk kota Dompu. Hari sudah sore, badan sudah capek, dan tidak kenal kota ini, tanpa banyak mikir saya langsung merapat.

Pemiliknya adalah pensiunan hakim yang pernah bertugas di Semarang dan Pengadilan Jakarta Timur. Dia keheranan saya datang dari jauh dengan bersepeda.

Saat menyusuri jalan kemarin, saya melihat ada banyak pedagang salome. Berbumbu kacang atau kuah. Rupanya di Dompu (dan nanti juga di Bima) jajanan cilok asal Bandung ini disebut salome.

Selesai ngopi dan hujan reda saya mulai bergerak. Melewati jalanan Kota Dompu yang mulai menggeliat. Banyak motor berseliweran dengan suara klakson lumayan keras.

Melewati Masjid Agung Dompu masuk ke dalam kota, saya melihat banyak polisi berjaga. Terutama di persimpangan. Di Kantor Bupati saya sandarkan sepeda. Ambil beberapa foto. Di situ ada Kantor Pegadaian. Mengingatkan saya pada Bapak RT,  Pak Iwan Nirwana di tempat tinggal di Cipageran.

Untuk keluar dari kota Dompu ini rupanya harus melalui jalanan menanjak. Landai tapi panjang. Ada mungkin sekitar 4 kilometer. Sampai Desa O’o baru ketemu turunan. Sekilas nama desa ini cukup unik.

Ternyata kata O’o berasal dari Bahasa Bima/Dompu artinya bambu.

Tapi ternyata habis itu ketemu tanjakan lagi. Begitu beberapa kali. Ada satu kejadian saya saksikan di ruas jalan ini. Saya melihat pemotor nabrak kambing yang akan nyeberang. Kasihan juga itu pemotor sampai jatuh. Dan pasti motornya ada lecet-lecet. Sementara si kambing langsung kabur.

Topik Lain :  Jurus Selamat dari Tanjakan

Seperti kemarin-kemarin, banyak sekali orang yang meneriaki “semangat pak” setiap kali merayap di tanjakan.

Lalu di satu tempat yang banyak pohon jatinya saya berhenti. Ada warung makan di situ. Sarapan dengan menu lalapan telur ceplok dua butir.

Sekitar pukul 09.30 saya tiba di perbatasan Kabupaten Bima. Selain ada Kabupaten, di Bima juga ada Kota.

Masuk Desa Ndano di Kecamatan Mada Pangga saya mendapat bonus turunan panjang. Cuma masalahnya kiri kanannya berupa hutan. Dan banyak monyet pula. Mereka berjejer di pinggir jalan. Mengingatkan saya pada situasi gowes di Taman Nasional Bali Barat.

Di kawasan ini rupanya banyak tempat wisata. Ada kolam renang dan camping ground.

Setelah itu masuk daerah Sila yang lebih ramai. Kontur sudah datar. Saya sempat mampir ke Street Cafe, milik temannya Mamen  rekan saya di Fedkoci. Namun karena saya datang pada siang hari, kafe itu masih tutup.

Saya lanjut lagi. Melewati  RSUD Sondosia, Kecamatan Woha, saya melihat area tambak yang cukup luas. Terbagi dalam beberapa petak.

Tambak ini merupakan tambak ikan bandeng. Tapi nanti di musim hujan berubah menjadi tambak garam. Atau sebaliknya. Saya kurang tahu persis.

Saya berhenti dan ngetem lagi di Masjid Al Hikmah Godo. Tidak jauh dari Kantor Bupati dan Masjid Agung.

Setelah mengayuh lagi saya makin mendekati Kota Bima. Namun laju saya terhenti di daerah Belo. Ada antrean panjang kendaraan. Saya cuek saja melaju pelan di jalan sebelah kanan yang kosong.

Rupanya ada demo. Sejumlah mahasiswa sedang melakukan aksi menyangkut pembentukan provinsi baru. Sejumlah polisi berjaga. Termasuk pasukan dari Brimob.

Saya beringsut pelan-pelan. Saya dorong sepeda sambil teriak : “Punten, permisi dari Bandung mau lewat.” Mungkin merasa aneheun melihat saya, mahasiswa dan polisi membuka blokade mereka supaya saya bisa jalan. Alhamdulillah.

Topik Lain :  Kamu Sakit Tenggorokan? Ini Makanan yang Bisa Dimakan dan Perlu Dihindari

Tidak jauh dari lokasi demo itu ada Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin. Tapi tampak terkunci.

Menjelang kota Bima saya dapat suguhan pemandang yang sangat keren. Mengayuh sepeda di pinggir pantai berkilo-kilo meter adalah hal yang sangat jarang saya dapatkan.

Di Pantai Kalaki saya sempat berhenti untuk mengambil video keindahan alamnya. Di pantai lain terpaksa lewat saja karena saya melaluinya dalam keadaan hujan.

Saat hujan mulai turun, saya sempat menepi neduh di Kantor Basarnas. Seseorang yang sedang piket bahkan sempat menyuguhi semangka. Namun saat hujan mulai berkurang, saya kenakan jas hujan dan mengayuh lagi.

Di kota Bima saya bertemu Pak Agus Sutomo, teman sekolah Pak Turjihad (teman saya Ketua P3SRS Jatinangor). Pak Agus menyambut saya dengan hangat.

Kami berbincang di lapak usahanya tukang servis jam di daerah pasar. Lalu kemudian bergabung Pak Syumardi Samada, teman Pak Turjihad yang pernah kuliah di Ikopin Jatinangor.

Kami bertiga langsung larut dalam pembicaraan akrab. Bak sahabat lama yang ketemu lagi. Pak Agus ternyata peturing juga. Cuma beliau pake motor Astrea. Bukan dengan sepeda. “Nanti kapan-kapan saya akan turing sampe Sabang juga,” kata Pak Agus.

Pak Syumardi makin semangat berbincang dengan saya saat mengetahui saya pernah jadi wartawan majalah terkemuka. Pak Syumardi, selain berprofesi sebagai guru, juga pernah menjadi jurnalis. “Wah rasanya senang sekali saya bertemu dengan wartawan senior,” katanya.

Menjelang maghrib, Pak Agus menutup lapaknya. Dia lalu mengajak saya menginap di rumahnya.

Bima, 28 Mei 2025

Taufik Abriansyah