Njir, Gowes ka Papua

Santai340 Views

GITULAH.COMDay 2 [Jatinangor – Tasikmalaya :  88 km]

Pengantar Redaksi: Taufik Abriansyah, seorang pegowes sepeda asal Cipageran, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, akan melanjutkan rencana perjalanannya mengayuh dari Cipageran-Sabang-Merauke yang sudah dia lakukan beberapa bulan lalu. Setelah rute Cipageran-Sabang, kali ini mantan wartawan ini mulai menjelajahi rute Cipageran-Merauke. Gitulah.com akan menurunkan catatan perjalanan Taufik mulai Selasa (6/5/2025). Selamat mengikuti.

Hari ini saya bangun kepagian. Sekitar jam 03.15 saya sudah melek. Mata langsung segar. Sulit untuk tidur lagi.

Saya mulai mencicil menulis catatan perjalanan. Selain untuk kepentingan diri sendiri, saya yakin banyak yang ingin tahu cerita saya kali ini. Di beberapa touring sebelumnya, saya selalu menuliskan pengalaman saya.

Alhamdulillah saya punya latar belakang pernah bekerja di media. Dan saya sempat berguru pada penulis-penulis jagoan. Antara lain dengan (alm) mas Yudhistira ANM Massardi.

Sayangnya untuk menulis kita harus punya mood yang enak. Kalau lagi capek, ditambah hoream pula, agak kesulitan juga menulis. Untuk mengatasinya biasanya saya membayangkan lambaian tangan orang-orang yang mengantar saya. Mereka penuh suka cita mendoakan saya. Jadi ada semacam kewajiban moral bagi saya untuk melaporkan update perjalanan ini.

Saya bersyukur banyak sekali yang mendukung. Di Jatinangor kemarin saya disambut dan dilepas secara resmi oleh Pak Turjihad, Ketua Pengurus P3SRS Pinewood.

Meski tak lagi jadi pengurus, teman-teman di P3SRS mengapresiasi touring saya dan ikut merasa bangga. Pak Tur yang aslinya berasal dari Bima (Nusa Tenggara Barat) bahkan meyakinkan saya akan aman selama berada di Pulau Sumbawa. “Saya punya banyak keluarga di sana pak, Insyaallah bapak aman,” katanya. Tentu saja saya senang mendengarnya.

Tadi malam saya kedatangan tamu yang datang dari Jakarta sengaja untuk menemui saya. Dia adalah Taufik Alwie, rekan dulu di Majalah Tempo dan Majalah Gatra. Meski usianya di atas saya, kami dekat karena merasa sebangsa dan setanah air : sama-sama asal Palembang.

Taufik mengaku ingin mendengar langsung cerita gowes saya. Rupanya dia sekarang penggemar sepedahan juga. Tapi hanya jarak dekat. “Hebat nian awak ni, besepeda dewek-an jaoh-jaoh,” komentarnya.

Topik Lain :  Dikira Mau Gowes ke Makkah

Pagi ini persis saat hendak start, saya disapa Juston G. Pangaribuan, salah seorang anggota Dewan Pengawas P3SRS Pinewood. Alhasil beliau lalu melepas pemberangkatan saya pagi ini. “Pergi selamat, pulang juga selamat,” katanya.

Keluar dari Pinewood sekitar jam 08.00, saya masuk Jalan Sayang. Jalanan agak basah, dan di beberapa tempat terlihat ada genangan. Matahari sudah mulai menyengat.

Masuk Jalan Raya Rancaekek saya merasakan air mata saya mengucur deras. Air mata, bukan keringat. Entah gejala apa ini. Soalnya ini bukan air mata nangis. Rasanya perih. Ditambah mulut sariawan pula. Makin gak enaklah mengayuh sepeda. Sebentar-sebentar saya harus berhenti untuk mengelap mata. Karena ini hari Minggu, banyak goweser lain yang bersepeda menyalip saya. Membaca tulisan di belakang sepeda, mereka rata-rata menyemangati. “Semangat Oom”. Tapi ada satu yang kaget dan berteriak: “Njir. Gowes ka Papua,” teriaknya.

Di Masjid Darussalam yang ada di Jalan Lingkar Cicalengka saya berhenti. Mengelap air mata sekaligus memakai kaca mata hitam. Setelah memakai kaca mata, mata saya mulai enak. Masih keluar air mata, tapi tidak sekencang tadi. Saya bisa mengayuh lebih cepat.

Selepas lingkar Cicalengka, persis di depan Markas Batalyon Infanteri 330/Tri Dharma saya melihat ada bangunan baru. Mencolok mata karena berupa gedung tinggi. Rupanya itu bangunan Kampus Universitas Islam Bandung (Unisba).

Melewati rel kereta api di Nagreg saya mendapati turunan panjang hingga pertigaan jalan lingkar. Setelah itu kontur jalan mulai naik turun. Hari makin siang, matahari makin panas.

Di satu tanjakan depan RM Kartika saya berhenti. Ada satu mushala di antara warung-warung. Saya simpan sarung di situ, lalu minum teh tarik Hanaang. Lumayan segar. Setelah itu saya lanjut lagi.

Waktu Zhuhur tiba posisi saya ada di sekitar daerah Lewo. Saya merapat di masjid  Ar Rahmat. Selain shalat di sini saya sempat tidur sebentar.

Tiba di Malangbong saya mengambil jalan menembus gang di pasar. Tidak jauh dari situ ada rumah Pak Haji Yayat, tukang Portal Sepeda Touring yang kerap menjadi tempat singgah para peturing bersepeda.

Topik Lain :  Grand Finish di Sota

Pak Haji Yayat menyambut kedatangan saya dengan hangat. Dia lalu mengenalkan anak perempuannya yang kebetulan sedang berada di teras. Anaknya satu almamater dengan anak saya di Pondok Pesantren Darul Arqam Garut.

Sekitar dua tahun lalu, saat touring ke Yogya, saya  sempat mampir di rumah Pak Yayat ini. Saat itu saya touring berdua dengan Ketua Fedkoci Heri Priansyah. Pensiunan Sucofindo ini sangat bersemangat ngobrol tentang sepedahan. Energinya sepertinya tidak habis-habis.

Namun, karena kondisi beliau yang harus memakai tongkat lantaran kakinya patah, tak memungkinkan untuk mengayuh sepeda. Pak Yayat mengalami kecelakaan saat bersepeda beberapa tahun lalu.

Setelah cukup berbincang-bincang saya lalu pamitan. Pak Yayat mengantar hingga depan pintu seraya mendoakan keselamatan saya. “Semoga lancar dan selamat di perjalanan,” katanya.

Keluar dari Malangbong saya dihadapkan dengan tanjakan panjang dan lumayan pedas. Saya setel gigi sepeda di posisi rendah dan mulai mengayuh pelan. Meski terhitung lambat, saya akhirnya bisa menyelesaikan segmen berat ini. Berbeda dengan dua tahun lalu, kali ini saya tidak lagi menggunakan jurus mendorong (matador, manggih tanjakan dorong).

Tanjakan ini panjangnya sekitar empat kilometer. Mulai dari Malangbong hingga Stasiun Cipeundeuy. Tentu saja beberapa kali berhenti untuk mengambil napas.

Tidak jauh dari Stasiun Cipendeuy saya melipir ke warung nasi Padang. Sekarang saya berani makan karena sudah hapal di depan tidak ada lagi tanjakan setajam tadi.

Dari Cipendeuy saya melaju kencang melewati daerah Gentong dan pertigaan jalan ke Pesantren Suryalaya. Bisa melaju kencang karena kontur jalannya turunan sampai rel kereta di Ciawi.

Sekitar maghrib saya masuk kota Tasikmalaya. Saya mengarahkan sepeda ke daerah Panglayungan, rumah Ketua Tasmania (Komunitas Sepeda Federal Tasikmalaya) Ade Marpudin.

Malam ini saya rest di rumah Kang Ade.

Tasikmalaya, 27 April 2025

Taufik Abriansyah