GITULAH.COM — PENGANTAR REDAKSI: Mulai Jumat (19/7/2024) seorang penjelajah bersepeda bernama Taufik Abriansyah memulai ekspedisi “Gowes ke Sabang, Gowes ke Marauke”. Sesuai judulnya, mantan wartawan Majalah Tempo ini berniat gowes ke ujung barat dan timur Indonesia dalam rangka mensyukuri nikmat Allah dan merayakan Indonesia. Mulai Senin (22/7) gitulah.com menurunkan ekspedisi tersebut. Selamat membaca.
Day 31
Sikabau (Dharmasraya) – Sijunjung
Sebenarnya saya cukup menikmati hari-hari tanpa internet selama di jalan ini. Saya jadi lebih banyak berinteraksi dengan warga lokal. Misalnya untuk bertanya di mana masjid terdekat. Tapi di sisi lain, saya jadi mengalami kesulitan untuk memeriksa rute yang akan saya lalui.
Sudah beberapa hari ini hape saya hanya aktif di malam hari. Saat saya sedang berada di penginapan yang ada wifinya. Kondisi ini menarik perhatian anak-anak saya dan beberapa teman yang bersimpati pada touring saya ini. Anak-anak: Indi, Naya, Asti pada udunan (urunan) dengan mentransfer sejumlah uang, supaya saya membeli hape baru. Beberapa teman juga mengirim uang. “Supaya tambah semangat. Untuk beli ikan bilis, sate Mak Syukur , dan nasi kapau di Bukittinggi,” kata Kang Yurda Masri.
Mang Syukri lain lagi. Selain membantu dana juga mengirim doa. “Kami sedang pengajian jamaah At Tadzkir mendoakan perjalanan Ananda Taufik selalu dalam lindungan Allah SWT,” katanya.
Saya merasa terharu dan tentu saja sangat terbantu. Saya kini jauh lebih optimistis untuk menyelesaikan misi perjalanan ini hingga ke Sabang, bahkan juga ke Merauke.
Pagi ini, seperti biasa, saya memulai hari dengan menyeduh kopi. Meski hanyalah penginapan sederhana, “Murahman” menyediakan fasilitas kopi dan teh secara gratis. Silakan nyeduh sendiri dari dispenser yang disediakan.
Untuk teman kopi, ada bolu pandan yang dibekali Iyes kemarin. Rencana saya mau start lebih pagi. Namun, terpaksa tertunda karena hujan turun cukup deras.
Sekitar jam 08.00, saat hujan reda, saya mulai bergerak. Pemilik penginapan sepertinya masih tertidur. Karena pintu menuju ruang utama masih tertutup rapat.
Suasana masih sepi. Baru kedai yang menjual sarapan yang buka. Lalu lintas juga hanya sesekali saja yang melintas. Saya bersepeda dengan enak. Sekitar 7 km mengayuh saya mencapai daerah Sungai Dareh. Saya agak keliru dengan penyebutan daerah ini dengan sebutan Pulau Punjung. Karena saya lihat di plang-plang namanya kerap digunakan. Padahal di lokasi yang sama.
Di daerah ini terdapat banyak kantor pemerintah. Termasuk Kantor Bupati Dharmasraya. Beberapa kilometer kemudian terlihat bangunan Rumah Sakit Sungai Dareh yang berdiri megah dengan atap bagonjong.
Atap bagonjong adalah bentuk atap yang melengkung yang menjadi ciri khas bangunan di Provinsi Sumatra Barat.
Satu hal yang saya rasakan adalah saat masuk ke Provinsi Sumatra Barat hampir semua menggunakan seng. Jarang sekali yang memakai genteng. Atap bagonjong tampak pada kantor instansi pemerintah. Di rumah warga hanya pada rumah tua saja. Rumah-rumah lebih baru sudah tidak tampak lagi atap bagonjong. Konon ongkos membuat atap bagonjong cukup mahal.
Di daerah Sungai Kambut saya kembali harus mendaki tanjakan panjang yang lumayan pedes. Tapi sesudah itu dapat bonus turunan lumayan panjang. Tetapi tidak bisa kencang karena jalannya rusak.
Ketemu SPBU di daerah Sialang, artinya sudah masuk wilayah Kabupaten Sijunjung. Di SPBU ini, seperti di banyak SPBU lain yang sudah saya lalui, terlihat antrean panjang mobil-mobil yang hendak mengisi solar.
Warga lokal menyebut mobil antrean solar ini sebagai mobil langsiran. Mobil ini membeli solar dalam jumlah banyak untuk dijual lagi di kios eceran. Jenisnya macam-macam. Kebanyakan mobil tua yang sudah dimodifikasi supaya bisa muat jerigen dalam jumlah banyak.
Selepas SPBU Sialang kontur jalan mulai berupa perbukitan dengan hutan kecil. Bangunan rumah sudah mulai jarang. Agak keueung (takut, ngeri) juga, tapi saya menikmatinya.
Sekitar jam 10.00 masuk daerah Kiliran Jao. Di sini ada simpang tiga jalan ke arah Provinsi Riau. Di daerah Muaro Takung laju saya kembali tertahan arak-arakan karnaval Agustusan. Kali ini ternyata searah dengan saya. Bukan berlawanan arah seperti kemarin di Sungai Rumbai.
Untuk keluar dari arak-arakan ini lebih cepat, sepeda saya kayuh pelan. Masuk ke dalam barisan. Satu per satu rombongan pawai saya salip. Akhirnya sampai di barisan paling depan.
Rupanya ada mobil panitia yang mengambil video acara ini. Tak ayal saya pun disorot. “Ayo abang bersepeda.. Semangat bang !!,” kata panitia yang memegang mik di atas mobil. Sambil tersenyum saya larikan sepeda dengan kencang meninggalkan pawai itu.
Di Nagari Siaur, ketemu tanjakan panjang lagi. Ada sekitar 2 km. Peristiwa mengharukan buat saya kembali terjadi. Saat terengah-engah mendaki tanjakan itu, seorang kenek truk melempar sesuatu. “Ini bang,” teriaknya.
Saya berhenti untuk mengambilnya. Isinya kue bolu lapis. Enak. Sayangnya cuma saeutik (sedikit). Tetap bersyukur.
Lolos dari tanjakan saya dihadapkan pada pemandangan seperti sedang melewati daerah Citatah Kabupaten Bandung Barat. Alamnya berupa perbukitan yang menjadi area tambang. Cuma bedanya bukit-bukit di sini tampak hijau diselimuti tumbuhan.
Melewati SPBU, kembali saya dapat rezeki “lemparan” botol minuman. Kali ini dari kondektur Bus ANS.
“Semangat, Aa,” teriak kondektur.
Dia tahu saya dari Bandung karena membaca tulisan di belakang sepeda. Saya juga tahu bus ini jurusan Bandung karena ada tulisannya di belakang bus.
Di daerah Guguk Naneh, Tanjung Gadang, saya melipir di Mushola Irsyadunnas. Shalat dan beristirahat. Lagi ‘pw’ ngagoler di teras masjid, seorang pria setengah baya ngajak ngobrol. Alhasil gagal tidur siang.
Setelah itu saya lanjut lagi. Ada pemandangan unik yang saya saksikan. Beberapa kali saya disalip pemotor yang berboncengan dengan seekor monyet atau mungkin tepatnya beruk. Beruknya berukuran lumayan besar dan tampak dirantai.
Dari yang saya tahu, petani di daerah sini menggunakan beruk untuk membantu memetik kelapa. Beruk mempunyai keahlian khusus, piawai memanjat dan memetik kelapa. Keahlian ini diperoleh dari belajar khusus di STIB (Sekolah Tinggi Ilmu Beruk). Keren juga.
Beberapa kali saya kembali berpapasan dengan mobil tukang rongsok dengan suara speakernya yang khas.
Masuk daerah Sijunjung kembali saya harus melewati tanjakan yang lumayan tajam. Dua kali malah. Setelah itu di jalan datar ada bangunan RSUD Sijunjung.
Saat berhenti untuk ambil foto sebentar, saya lihat ada hotel di depan RS. Mendadak saya ingin menyudahi saja ettape hari ini. Saya melipir ke hotel, tanya harga. Lebih mahal dari yang kemarin-kemarin, tapi masih masuk dalam bujet saya.
Sebenarnya hari masih sekitar jam 16.00-an, masih siang. Tapi jarak yang sudah saya tempuh sekitar 80 km. Jarak ke kota Solok masih sekitar 40 km lagi. Besok saja.
Minggu, 18 Agustus 2024
Taufik Abriansyah