Day 30: Akhirnya Saya Masuk Gerbang Provinsi Sumbar

Santai499 Views

GITULAH.COM PENGANTAR REDAKSI: Mulai Jumat (19/7/2024) seorang penjelajah bersepeda bernama Taufik Abriansyah memulai ekspedisi “Gowes ke Sabang, Gowes ke Marauke”. Sesuai judulnya, mantan wartawan Majalah Tempo ini berniat gowes ke ujung barat dan timur Indonesia dalam rangka mensyukuri nikmat Allah dan merayakan Indonesia. Mulai Senin (22/7) gitulah.com menurunkan ekspedisi tersebut. Selamat membaca.

Day 30
Sabtu, 17 Agustus 2024
Muara Bungo – Sikabau

Hari ini adalah hari ke-30 perjalanan touring saya dari Cipageran (Kabupaten Bandung Barat) menuju KM 0 Indonesia di Sabang. Tidak terasa sudah satu bulan. Banyak hal yang sudah saya alami.

Termasuk terhambatnya sarana komunikasi akibat internet hape saya hanya bisa dengan wifi. Akibatnya dalam beberapa hari ini selama di jalan, saya terputus komunikasi.

Hari ini masalah hape bertambah lagi. Untuk menyalakannya saya harus lebih dulu mencolokkan ke listrik atau power bank. Sungguh merepotkan saat harus membuat clue guna catatan perjalanan saya.

Saat saya masih menimbang-timbang solusi untuk mengatasi masalah hape ini terdengar pintu kamar diketuk.
“Kak, kito ngopi dulu,” kata Hendi, suami Iyes dari balik pintu.

Di rumah Iyes ini saya menempati kamar anaknya. Tidur nyaman di ranjang empuk dengan AC pula.

Saya kira ngopi dan sarapan di meja makan, ternyata Hendi ngajak saya ngopi di luar. Hari masih agak gelap ketika kami bertiga (bersama Iyes) keluar rumah. Anak-anak tinggal di rumah. Kebetulan ini hari Sabtu, pas mereka libur sekolah.

Hendi mengajak saya masuk ke sebuah warung kopi di daerah Pasar. Menu andalannya adalah soto khas Padang. Di situ ada banyak warung sejenis. Tapi saya memilih memesan teh talua dan bubur kacang ijo supaya perut tidak terlalu berat.

Hari ini bertepatan dengan tanggal 17 Agustus. Hendi dan Iyes harus menghadiri upacara di kantor masing-masing. “Tambahlah semalam kak. Besok bae berangkat lagi. Kito jalan-jalan dulu di Bungo,” kata Iyes.

Selesai ngopi, sebelum pulang ke rumah, Hendi membawa saya sedikit mengitari kota Bungo. Melewati Kantor Bupati, pasar, alun-alun, jalan dan Taman Sri Soedewi.

Topik Lain :  Murah Meriah, Inilah 8 Manfaat Ubi Jalar Bagi Anda

Sri Soedewi adalah guru besar Universitas Gajah Mada yang juga istri Gubernur Jambi Masjchun Sofwan SH periode 1970 hingga 1989.

Jam 07.30 Hendi pamit duluan karena mau upacara 17 Agustus. Saya berangkat setengah jam kemudian. Iyes membungkuskan kue, nenas dan jeruk sebagai bekal di jalan. Banyak pisan.
Terimo kasih kak sudah mampir ke rumah kami,” kata Iyes.

Dari rumah Iyes menuju kawasan Alun-alun. Mampir lagi di Kantor Pos karena Muthia akan menitipkan power bank untuk ayahnya Muslir Datuk Kuning yang nanti akan saya temui di Bukittinggi.

Saya mengayuh perlahan meninggalkan pusat kota Muara Bungo. Di beberapa kantor instansi pemerintah terlihat pegawainya sedang senam dan lomba 17-an. Yang menarik, di teras salah satu toko baju, saya melihat ada pegawainya yang sedang melakukan lomba memasukkan bendera ke dalam botol.

Saya kembali melewati Simpang Tiga Jambi. Kali ini saya mengambil jalan lurus ke arah Padang. Cuaca mendung. Saya bisa mengayuh dengan cepat. Apalagi jalurnya cenderung lurus dan cenderung datar pula. Sekali ini saya berhenti di Masjid Al Muhajirin, Dusun Sarana Jaya Bathin II untuk buang air kecil.

Yang membedakan dengan jalur yang sudah saya lalui, jalur selepas Muara Bungo ini hampir semuanya dipenuhi rumah. Jarang sekali ada hutan lebat. Tapi di Dusun Sungai Kembang saya juga sempat melihat ada ular kecil melintasi jalan.

Sekitar Jam 10.20 setelah mengayuh 33 km, saya melipir di Mushola Darul Mutaqin, Dusun Rantau Makmur Kecamatan Tanah Sepenggal. Sekilas sepertinya dalam keadaan terkunci. Tapi waktu saya masuk, mushola ini ternyata sangat menyenangkan. WC nya bersih dan tersedia dispenser.

Setelah itu saya gowes lagi. Dan cuaca mulai panas. Kontur jalan pun mulai bervariasi turunan dan tanjakan. Alhasil saya mulai kesangan, (keringatan)

Sekitar jam 12.00 saat matahari sedang teriknya saya istirahat lagi di Masjid Nurul Falah, Tukum I Desa Sirih Sekapur, Kecamatan Jujuhan. Di sampingnya ada sungai cukup lebar. Di seberangnya ada bangunan besar yaitu pabrik pengolahan karet. Di masjid ini saya ngagoler sampai waktu dzuhur.

Topik Lain :  Perjalanan Sudah Sampai untuk Mengarungi Tanah Sumatra

Lepas dari masjid ternyata kontur jalannya naik turun. Mirip kayak jalur Palembang – Jambi. Hanya saja jalur ini lebih banyak bangunan rumah. Saya kembali mandi keringat.

Jam 13.30 atau sekitar 60 km dari Muara Bungo akhirnya saya masuk gerbang Provinsi Sumatra Barat. Wilayah pertama yang saya masuki adalah Kabupaten Dharmasraya. Berhenti sebentar untuk ambil foto, lalu masuk ke warung makan. Saya makan dengan cepat.

Si pemilik warung keheranan waktu saya membagi nenas dan jeruk yang saya bawa. “Wah terima kasih banyak pak,” katanya.

Setelah kenyang saya meluncur lagi. Kali ini benar-benar meluncur karena jalannya berupa turunan. Tapi setelah itu ya ada tanjakan lagi.

Di daerah Sungai Rumbai saya dihadapkan kemacetan panjang. Saya potong masuk ke jalur kanan yang kosong. Sampai di depan, saya akhirnya tertahan. Benar-benar stuck.

Rupanya ada pawai 17 Agustus. Wah, bisa lama banget ini. Saya bertanya kiri-kanan kira-kira di mana jalan tembus supaya saya bisa melewati karnaval ini.

Seorang penonton pawai yang keheranan melihat saya, akhirnya menunjukkam jalan tembus. Dia membawa saya melewati jalan kecil di samping SMP, menembus ladang, dan tembus kembali d jalan raya. Bertemu kembali dengan pawai. Dan saya jadi pusat perhatian.

Sepeda lalu saya dorong, permisi menyeberangi arak-arakan karnaval itu. Kebanyakan anak sekolah. Setelah berada di jalur berlawanan yang kosong, baru sepeda saya kayuh.

Lepas dari karnaval, beberapa kilometer kemudian laju saya kembali tertahan. Kali ini akibat jalur jalan digunakan bergiliran karena sedang dicor.

Satu pemandangan unik yang saya saksikan di jalur ini adalah tukang rongsokannya. Berbeda dengan di tempat saya di Cipageran di sini mereka menggunakan mobil pick up. Menariknya mereka menggunakan rekaman suara mirip tukang ember atau tahu bulat.

Sekitar jam 17.00 di daerah Sikabau, saya melihat ada penginapan bernama “Murahman”. Saya lihat speedometer, hari ini saya sudah gowes 101 km. Sudah waktunya juga saya mencari tempat istirahat.

Sabtu, 17 Agustus 2024

Taufik Abriansyah