Dikira Mau Gowes ke Makkah

Santai759 Views
GITULAH.COM — PENGANTAR REDAKSI: Mulai Jumat (19/7/2024) seorang penjelajah bersepeda bernama Taufik Abriansyah memulai ekspedisi “Gowes ke Sabang, Gowes ke Marauke”. Sesuai judulnya, mantan wartawan Majalah Tempo ini berniat gowes ke ujung barat dan timur Indonesia dalam rangka mensyukuri nikmat Allah dan merayakan Indonesia. Mulai Senin (22/7) gitulah.com menurunkan ekspedisi tersebut. Selamat membaca.
Day 3
Bogor – Jakarta
Nyaman berada di rumah ibu sendiri, membuat saya sangat terlambat untuk start berangkat. Baru sekitar jam 09.30 saya bergerak.
Tadi malam setiba di rumah saya betul-betul merasa lelah. Sehabis mandi, tanpa sempat makan malam saya ketiduran. Sangat pulas.
Tapi sekitar jam 02.00 saya terbangun. Badan terasa segar betul. Sulit memicingkan mata. Karena lapar, ibu saya memasakkan Indomie sekaligus menemani ngobrol. Setelah shalat Subuh baru saya tertidur lagi.
Sekitar jam 07.00 saya bangun. Merapikan kembali barang-barang yang akan saya bawa di dalam pannier. Lalu duduk di ruang tamu, sarapan sambil kembali ngobrol bersama keluarga.
Keluarga kami hari itu sedang diliputi kebahagiaan. Adik ipar perempuan saya baru saja mendapat kabar akan diberangkatkan umroh oleh perusahaan produsen kosmetika Scarlett. Keren.
Keren rezeki adik saya itu. Keren juga buat Scarlett yang punya tradisi memberangkatkan umroh untuk kalangan tidak mampu. Bisa jadi perusahaan ini menjadi besar karena rajin bederma.
Seperti kemarin, hari ini saya kembali dibekali nasi untuk makan siang. Menunya adalah sambal udang plus cumi kesukaan saya.
Sekitar jam 09.30 saya mulai bergerak meninggalkan Komplek Ciluer Permai. Di ujung desa yang ada tugu tapioka saya berhenti. Di situ ada plang tulisan nama Desa Cijujung. Saat mengambil foto ada empat anak kecil yang sedang berolah raga  mendekati saya.
Tampilan sepeda saya yang penuh bendera dengan gembolan di kiri kanan rupanya  menarik perhatian mereka. Salah satu anak lalu menyapa saya.
“Mau ke haji, pak?,” tanyanya.
“Oh nggak. Cuma mau ke Jakarta,” jawab saya.
“Kenapa nggak ke haji pak. Kan ada yang ke sana,” timpal anak yang lain.
Saya hanya bisa menjawab dengan senyum. Tapi dalam hati saya membatin, mudah-mudahan pada waktunya saya punya nyali untuk gowes hingga ke Makkah.
Setelah mengambil beberapa gambar saya meninggalkan tempat itu. Menuju arah Jalan Raya Bogor. Tujuan saya hari ini adalah tempat tinggal anak saya di daerah Puri Kembangan, Jakarta Barat. Jaraknya sekitar 60 kilometer dari Ciluer Permai.
Di Jalan Raya Bogor saya bisa melaju kencang lantaran kontur jalan cenderung menurun. Rencana rute saya adalah melalui Grand Depok City, Citayam, lalu tembus Jalan Margonda Raya hingga jalan Simatupang di Jakarta Selatan.
Tapi saat bertemu Eko YD, yang saya samperin di rumahnya di dekat Stasiun Cibinong, saya disarankan kembali ke arah Jalan Raya Bogor untuk melalui Jalan Ir H. Juanda. Menurut Eko jalurnya lebih bersahabat ketimbang jalur Citayam. Selain tidak terlalu banyak tanjakan, lebih teduh pula karena banyak pohon rindang.
Eko adalah seorang fotografer. Dulu kami pernah punya tempat kerja yang sama. Dan dulu dia seorang goweser juga. Dia biasa gowes dari rumahnya di Cibinong ke Monas mengejar momen foto.
Dari rumahnya di Gang Gotong Royong, Eko mengantarkan saya kembali ke jalan Raya Bogor. Sekaligus mampir ke tempat kursus membuat kue di mana istrinya mengajar. Kebetulan sebelumnya saya juga sudah kenal dengan istrinya. Mereka berdua melepas saya dengan lambaian tangan sambil mendoakan keselamatan saya.
Kembali ke Jalan Raya Bogor saya belok kiri ke arah Jakarta. Melewati fly over yang di bawahnya ada rel kereta, saya agak kesal juga. Saya lihat kantung-kantung plastik berukuran besar berisi sampah diletakkan di jalan jembatan itu. Sungguh ter la lu…
Hari makin panas. Tapi tidak sepanas dua hari kemarin. Kaki saya pun tidak terlalu merasakan pegal. Saya bisa melaju lebih cepat karena kontur jalan kebanyakan menurun. Baru masuk di Jalan Juanda saya beberapa kali harus berhadapan dengan tanjakan.
Menjelang tengah hari saya menghentikan sepeda. Waktu dzuhur sekitar lima menit lagi. Saya periksa google maps mencari masjid terdekat. Pas saya buka ternyata kebanyakan masjid ada di belakang saya.
Wah cilaka, saya bisa kehilangan kesempatan Dzuhur berjamaah, gumam saya dalam hati. Shalat Dzuhur berjamaah di masjid menjadi penting saat touring begini sebagai waktunya mengistirahatkan badan sekaligus kesempatan berinteraksi dengan warga lokal.
Jalan keluarnya datang dari pintu yang tak disangka-sangka. Dari kejauhan saya melihat ada motor melawan arus ke arah saya. Makin dekat makin dekat saya lihat pengendaranya tampak bersih dan mengenakan kopiah.
“Kang, mau shalat ya. Masjidnya di mana ?,” tanya saya.
“Bapak mau shalat ? Ayo ikutin saya aja,”jawabnya.
Saya kemudian membuntuti motornya. Masuk ke dalam gang. Beberapa kali belok, akhirnya tiba di Mushola Al Barokah, di Kampung Lembah.
Usai shalat, seperti biasa saya inginnya lebih nyantai. Selain hari masih panas, jarak yang akan saya tempuh juga tidak lebih jauh dari kemarin. Saya sempat membeli pop ice dari warung yang ada di depan mushola.
Baru satu dua sedot, datang pesan dari teman saya Agus Salim yang mengajak bertemu.  Beberapa hari sebelumnya kami memang sudah janjian, jika memungkinkan akan bertemu saat saya melintas di Jakarta.
Semula kami janjian akan ketemu di Pondok Indah. Tapi karena jaraknya masih lumayan jauh dari Depok, akhirnya kami sepakati tempat pertemuan di Jalan TB Simatupang saja.
Agus Salim ini adalah teman lama. Kami pernah sama-sama bekerja di Majalah Nebula, milik lembaga training ESQ 165. Sekarang dia menjadi konsultan perusahaan-perusahaan tambang. Makmurlah dia.
Agus Salim mengarahkan saya merapat di kafe  Aethere yang terletak di kawasan CIBIS di Jalan Simatupang. Tempat yang keren dan terbilang mahal. Agus Salim datang bersama istrinya: mbak Ozy. Selang beberapa menit kemudian bergabung pula Yanto Musthopa yang juga pernah sama-sama di Nebula.
Sambil menyantap makan siang dengan menu iga garang asem, kami terlibat pembicaraan hangat. Mereka bergantian menanyai saya. Ya seputar touring ini. Saya pun berusaha menjelaskan dengan sabar.
Tidak terasa lebih dari dua jam kami ngobrol-ngobrol. Sebelum berpisah, Agus Salim, Yanto, Mbak Ozy, bergantian berfoto dengan sepeda saya. Yang paling menyenangkan, sebagai tanda apresiasi atas kegiatan saya ini, Agus Salim memberi salam tempel sebelum pertemuan kami bubar. “Semangat terus, Kang,” katanya.
Dari jalan Simatupang saya meneruskan perjalanan melalui Pondok Indah, Kebayoran Lama, hingga tembus daerah Puri Kembangan.
Di kantor Wali Kota Jakarta Barat, saat mengambil beberapa foto, anak-anak yang sedang bermain skateboard di tempat itu kontan mengerubungi saya. Kembali saya ditanya-tanya.
Tapi saya tidak bisa lama-lama karena hari sudah mendekati gelap. Persis azan Maghrib saya tiba di kediaman anak saya ketiga: Geminastiti Purinami. Dua malam ini saya akan nebeng tidur di tempat dia.
Minggu, 21 Juli 2024
Taufik Abriansyah
Topik Lain :  Day 25: Ngobrol Soal Willy, Radhar, Hingga Orang Indonesia