JAKARTA – Setelah beberapa bulan menahan suku bunga, Bank Indonesia (BI) akhirnya menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 3,75 persen. Langkah ini menandakan BI mulai meninggalkan suku bunga terendah sepanjang sejarah yang telah dipertahankan selama 17 bulan berturut-turut. Keputusan BI diambil di tengah rencana kenaikan BBM dan inflasi yang merangkak naik.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7 days reverse repo rate 25 bps menjadi 3,75 persen,” Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers hasil Rapat Dewan Gubernur bulan Agustus 2022, Selasa (23/8). Suku bunga fasilitas simpanan alias deposito facility naik menjadi 3 persen. Demikian pula dengan bunga pinjaman atau lending facility yang naik menjadi 4,5 persen. BI telah mempertahankan suku bunga acuan sejak Februari 2021.
Menurut Perry, keputusan kenaikan suku bunga merupakan langkah preventif dan forward looking, mengingat adanya risiko kenaikan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga BBM nonsubsidi dan pangan. “Kebijakan ini juga bertujuan untuk menguatkan stabilitas nilai tukar rupiah karena ketidakpastian pasar global masih tinggi,” kata dia.
Volume perdagangan dunia diperkirakan lebih rendah seiring perlambatan ekonomi dunia. Hal ini membuat ketidakpastian di pasar keuangan global masih tinggi. Ditambahkan Perry perekonomian global diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan prediksi sebelumnya dengan risiko stagflasi yang meningkat. Amerika Serikat dan Cina, dua perekonomian terbesar Cina sudah menunjukkan tanda-tanda perlambatan, sedangkan tekanan inflasi global terus meningkat. Kondisi tersebut, menurut dia, menyebabkan aliran modal asing masuk masih terbatas dan menekan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Baca juga : Likuiditas Perbankan Tetap Longgar
Sementara di dalam negeri, perbaikan ekonomi berlanjut. Kuartal II tahun ini ekonomi tumbuh 5,44 persen secara tahunan, lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya. Perbaikan ekoomi nasional juga tercermin pada perbaikan pertumbuhan hampir seluruh lapangan usaha. “Dari sisi eksternal, kinerja ekspor tetap positif di tengah melambatnya perkeonomian global. Dengan Perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2022 diperkirakan bias ke atas dalam kisaran BI sekitar 4,5 persen hingga 5,3 persen.
Terkait inflasi, dijelaskan masih terjaga meski menunjukkan tren kenaikan meski pemerintah masih menahan harga BBM tertentu. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli tercatat sebesar 4,94 persen secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan sebelumnya sebesar 4,35 persen. Inflasi pangan (voloatile) bergerak mencapai 11,47 persen. Inflasi harga yang diatur pemerintah (administered) mencapai 6,51 persen karena kenaikan harga tiket dan BBM tertentu. Sementara itu, inflasi inti masih rendah sebesar 2,86 persen didukung konsistesi BI menjaga ekspektasi inflasi.
“Namun ke depan, IHK diperkirakan meningkat didorong masih tingginya harga pangan dan kesenjangan pasokan,” ujarnya. Perry juga melihat inflasi inti berisiko meningkat karena kenaikan harga BBM nonsunsidi, inflasi pangan yang bergejolak, dan menguatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan. BI memperkirakan inflasi hingga akhir tahun ini dan tahun depan diperkirakan akan berada di atas perkiraan sebesar empat persen. “Perlu sinergi lebih kuat antara pusat dan daerah,” pungkasnya.