Menjadi Narasumber Podcast UNIPA

Santai179 Views

GITULAH.COM Day 44 [Maumere]

Pengantar Redaksi: Taufik Abriansyah, seorang pegowes sepeda asal Cipageran, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, akan melanjutkan rencana perjalanannya mengayuh dari Cipageran-Sabang-Merauke yang sudah dia lakukan beberapa bulan lalu. Setelah rute Cipageran-Sabang, kali ini mantan wartawan ini mulai menjelajahi rute Cipageran-Merauke. Gitulah.com menurunkan catatan perjalanan Taufik mulai Selasa (6/5/2025). Selamat mengikuti.

MASJID Al Muhajirin tempat saya menginap di Maumere ini terbilang megah dan lumayan besar. Ada tiga lantai. Walaupun yang terpakai hanya di lantai satu.

Menariknya, pembangunan masjid ini hampir sepenuhnya dibiayai jamaah. Padahal di Maumere, umat Islam temasuk golongan minoritas. Menurut seorang jamaah, pembangunan masjid diperkirakan sudah menghabiskan dana Rp 9 miliar. Dan itu belum selesai. Keren.

Kerennya lagi, masjid ini terlihat selalu didatangi jamaah. Ada saja yang mampir, walau sekadar untuk istirahat. Mungkin karena posisinya di tengah kota, dan fasilitasnya juga terbilang lengkap. Kamar mandinya bersih dan ada wifi.

Buat saya, yang sangat membantu adalah adanya dispenser air panas. Jadi saya tidak perlu menyalakan kompor untuk nyeduh kopi selepas shalat subuh.

Menunggu hari terang saya dikejutkan oleh ramainya kicau burung di dalam masjid. Burung Pipit, atau saya biasa menyebutnya sebagai Burung Gereja. Mendengar suara burung ini cukup menyenangkan. Tapi kadang ada yang buang kotoran sembarangan. Burung-burung ini kemudian terbang lagi entah ke mana.

Untuk mengisi waktu hari ini, saya berencana ke kampus Universitas Nusa Nipa (UNIPA). Teman saya Dekan Fikom Unpad Dadang Rahmat Hidayat berpesan agar saya bertemu temannya Rektor UNIPA Pak Dr. Jonas K. G. D. Gobang, S. Fil., M.A. Sayangnya, waktu saya tiba di Maumere, Pak Geri, begitu biasa beliau dipanggil, sedang berada di Kupang.

Topik Lain :  Bikin Makanan Lebih Nyami, Ini 10 Manfaat Bawang Bombai Bagi Kesehatan

Namun, meski posisinya sedang tidak di Maumere, Pak Geri minta saya tetap berkunjung ke UNIPA. Bertemu dan bersilaturahmi dengan Pak Pedro, Wakil Rektor 1 UNIPA.

Di Kampus UNIPA, selain bertemu Pak Pedro saya juga dipertemukan Bu Intan Mustafa, Kepala Laboratorium Ilmu Komunikasi UNIPA. Kami berbincang-bincang di salah satu ruang di rektorat.

Saya kemudian diajak ke Laboratorium Ilmu Komunikasi UNIPA. Di situ ternyata ada studio podcast dengan set yang cukup lengkap. Bak studio televisi. Ada kamera berdiri tegak dan ada lampu sorot pula.

Saya diminta menjadi narasumber di Podcast UNIPA, bercerita pengalaman saat menjadi jurnalis, dan bercerita pengalaman sebagai peturing bersepeda.

Saya oke saja. Karena kalau disuruh bercerita pengalaman, tentu bukanlah hal sulit buat saya. Adalah mahasiswi Ilmu Komunikasi bernama Trisia yang menjadi host acara itu. Seumuran anak saya Boy. Tapi dia baru semester 6 karena setahun telat kuliah. Trisia cukup lincah mengajukan pertanyaan, sehingga saya bisa bercerita dengan runut.

Selesai “shooting” untuk Podcast UNIPA itu saya menuju daerah Pasar, mampir ke rumah Pak Iitje Yie Babong, yang kemarin sore memberi nasi kepada saya. Pak Iitje tadi kontak agar saya mampir karena hendak memberi kaos sebagai kenang-kenangan.

Pria berusia 71 tahun ini, selain mau memberi kaos, rupanya ingin bercerita tentang olahraga permainan kreasinya. Bermain bola dengan menggunakan kaki dan tangan menuju gol dengan gawang dari jaring berbentuk lingkaran.

Permainan ini diberinya nama “Bola Kemanusiaan”. Uniknya, Pak Iitje menggagas aturan pemain tidak boleh mengeluarkan kata-kata kasar atau umpatan. “Yang melanggar dihukum keluar lapangan selama lima menit,” katanya.

Dia berharap saya membantunya menyempurnakan aturan permainan ini sekaligus memopulerkannya. Permintaan yang tidak biasa.

Topik Lain :  Apa Saja Manfaat Buah Nangka bagi Kesehatan?

Dari tempat pak Iitje saya kembali ke lapak saya di lantai 2 Masjid Al Muhajirin. Usai shalat, saya memikirkan pertemuan dengan Pak Iitje, sehingga beliau minta saya membantunya. Lalu saya tertidur.

Saya bangun saat hujan deras turun. Sampai maghrib hujan masih mengguyur. Masjid yang biasanya dipenuhi jamaah hanya terusi satu shaf.

Selepas Isya saat saya bersiap tidur, saya mendapat telepon dari nomor yang tidak saya kenal. Tapi namanya muncul di layar. Biasanya saya jarang sekali mengangkat telepon dari nomor tidak dikenal. Tapi kali ini saya angkat.

Beliau mengenalkan diri bernama Yumandil Ahwan. Tinggal di Maumere, dan mendapat nomor saya dari rekan segrupnya yang mengabarkan tentang touring saya. Kebetulan kemarin sore saat saya ambil foto di depan patung Frans Seda, kami sempat saling bertegur sapa.

Yang menyenangkan, Oom Ahwan mau menjamu saya makan malam. “Bapak tamu saya, kalau berkenan saya jemput bapak. Kita makan,” katanya. Sesuai pesan ustadz, saya tidak boleh menolak rezeki. Maka walau perut tidak begitu lapar, saya oke saja.

Oom Ahwan lalu membawa saya ke rumah makan Suroboyo. Bersama rekannya Oom Syaiful kami berbagi cerita.
Alhamdulillah hari ini pengalaman saya di Maumere cukup berwarna.

Maumere, 12 Juni 2025

Taufik Abriansyah