Day 29: Kesempatan Bersilaturahmi dengan Goweser dan Handai Taulan

Santai538 Views

GITULAH.COMPENGANTAR REDAKSI: Mulai Jumat (19/7/2024) seorang penjelajah bersepeda bernama Taufik Abriansyah memulai ekspedisi “Gowes ke Sabang, Gowes ke Marauke”. Sesuai judulnya, mantan wartawan Majalah Tempo ini berniat gowes ke ujung barat dan timur Indonesia dalam rangka mensyukuri nikmat Allah dan merayakan Indonesia. Mulai Senin (22/7) gitulah.com menurunkan ekspedisi tersebut. Selamat membaca.

Day 29

Muara Tebo – Muara Bungo

Salah satu misi dan hikmah dari perjalanan touring ke Sabang KM 0 yang sedang saya lakukan ini adalah kesempatan untuk bersilaturahmi. Baik kepada kawan sesama goweser, maupun kepada handai taulan.

Di Muara Tebo ini saya bertemu Mang Eman, yang punya nama asli Hilman, yang sebelumnya kami hanya kenal di grup whatsapp keluarga. Kini kami bertemu langsung.

Begitu pula nanti di Muara Bungo, saya akan bertemu dengan Iyes dan Sri. Dua kakak-adik ini bersaudara dengan saya karena “Yai” (kakek) kami adik kakak. Keduanya adalah adik dari Betty dan Chicha yang saya temui di Semendo dan Muara Enim.

Seperti halnya dengan Mang Eman, mungkin saja dulu waktu masih bocil kami pernah saling bertemu. Tapi itu sudah puluhan tahun silam. Presidennya masih Pak Harto.

Pagi ini dari Muara Tebo saya akan melanjutkan perjalanan ke Muara Bungo. Jaraknya pendek saja. Tidak sampai 50 km. Target saya bisa jumatan di Muara Bungo.

Selepas shalat Subuh, saya disajikan segelas kopi dan aneka kue di nampan. Mang Eman punya usaha katering ‘perkuean’ untuk tambahan. Yang membuat saya kagum, semua anggota keluarganya ikut terlibat. Bahkan anak perempuannya yang sudah agak besar bertugas mengantarkan kue itu pakai motor.

Sekitar jam 07.30 saya mulai bergerak meninggalkan kediaman Mang Eman. Seperti biasa kalau mampir di rumah dulur, saya dibekali macam-macam. Nasi bungkus, kue, air minum, dan angpau.

Supaya tidak kesulitan keluar dari rumahnya di Komplek Griya Alam Putri, Mang Eman dengan memakai motor mengantar saya hingga ke jalan raya. Melewati RSUD Sultan Thaha yang megah.

Di dalam kota Muara Tebo jalan sangat lebar dan mulus. Cuaca yang mendung ditambah basah sisa hujan tadi malam, membuat situasi gowes saya pagi ini terasa menyenangkan.

Topik Lain :  Masuk Babak Naik Kapal

Di Pal 10 ada Komplek Pemerintahan Kabupaten Tebo. Di sini ada Kantor Bupati dan DPRD. Saat saya berhenti untuk ambil beberapa foto, seorang petugas Dishub menghampiri saya. “Mampir mang kita ngopi dulu,” ajaknya.

Rupanya akan berlangsung Sidang Paripurna DPRD. Jadi terlihat beberapa petugas berjaga-jaga.

Masuk sekitar Km 11, jalan menyempit seperti jalur lintas Sumatra. Cuaca sangat bersahabat. Yang paling menyenangkan di jalur ini adalah semua orang yang beradu pandang dengan saya terlihat menganggukkan kepala. Baik yang tua maupun yang muda. Saya pun buru-buru membalas dengan anggukkan kepala juga.

Sekitar jam 09.00 di daerah Babeko saya berhenti di sebuah warung yang kosong. Saya gunakan mejanya untuk menyantap nasi yang tadi dibekali istri Mang Eman. Saya dapat cerita bahwa tidak jauh dari situ kemarin terjadi tabrakan. Dan ada satu orang yang tewas.

Sekitar jam 10.30 saya masuk kota Muara Bungo. Terasa ramai, meski jalannya sangat lebar. Jalan ini merupakan jalur utama lintas tengah Sumatera. Jalur bis dan mobil besar.

Tidak bisa memeriksa google maps saya hanya mengandalkan feeling saja saat mencari tempat yang akan saya tuju. Pertama saya akan ke Kantor Pos, kedua ke Masjid Raya, ketiga ke Grapari Telkomsel, dan terakhir ke Rumah Iyes.

Saat bertemu Alun-alun Muara Bungo, saya sangat yakin letak Kantor Pos ada di situ. Hampir di semua kota di Indonesia, di Wilayah Alun-alun kota umumnya ada Kantor Pemerintahan, Masjid, Penjara, Pasar dan Kantor Pos. Dan benar saja di Alun-alun Muara Bungo ada Kantor Pos. Di sini saya menemui Muthia, anaknya Datuk Kuning, rekan saya saat gowes ke Malaysia – Thailand tahun lalu.

Di ruang Muthia, ada wifi. Saya bisa mengaktifkan hape dan memeriksa lokasi Masjid Raya. Adalah salah satu kebiasaan saya setiap ke kota yang baru, berusaha ke masjid terbesarnya.

Menariknya saat menuju Masjid Agung secara tidak sengaja saya menemukan Kantor Grapari Telkomsel. Berhubung masih ada waktu menjelang jumatan, saya mampir ke situ dulu.

Dari petugas Telkomsel saya mendapat info nomor saya tidak bermasalah. Jadi kesimpulannya, fix hape saya rusak. Tidak bisa menangkap sinyal paket data. Hanya bisa wifi.

Topik Lain :  Day 23: Iwan Fals Menemani Saya Melewati Keheningan Belukar Sumatra

Mengetahui saya mencapai Muara Bungo dengan bersepeda, sendirian pula, karuan saja pegawai Telkomsel jadi heboh. Mereka minta izin foto bareng dan ngambil video.

Dari Grapari saya bergeser ke Masjid Agung. Letaknya hanya beberapa meter saja. Masjidnya besar dan megah. Sayang pengaturan parkirnya masih semrawut.

Di selasar ke tempat wudhu banyak pedagang yang menjual berbagai barang. Utamanya makanan. Salah satunya pempek. Saya ikut nyangkuk (duduk jongkok) menikmati pempek.

Lepas jum’=atan saya kembali ke Grapari. Hanya untuk ikut mendapatkan sinyal wifi supaya bisa memeriksa jalur jalan ke rumah Iyes.

Teman-teman Grapari telah menunggu. Mereka menyiapkan minuman dan roti untuk saya bawa.
“Ini sebagai apresiasi kepada pelanggan kami yang begitu luar biasa,” kata Yola, salah seorang petugas CS Grapari Telkomsel Muara Bungo.

Dari situ saya menuju rumah Iyes di Jalan Imam Bonjol. Sempat nanjak-nanjak lagi akhirnya saya menemukan jalan Imam Bonjol. Rumah Iyes berhasil saya temukan karena seorang pria melihat saya sedang celingukan. Pria ini rupanya kakak ipar Iyes yang sudah mendengar bahwa saya akan datang bersepeda.

Iyes dan anak-anaknya menyambut saya dengan hangat. Hendi, suami Iyes masih bekerja di Muara Tebo. Iyes sudah menyiapkan makan siang lengkap untuk saya.

Sore harinya bergabung Sri, kakak kandung Iyes yang juga tinggal di Muara Bungo, bersama suaminya Yatno, dan anak-anaknya. Ada pula Bicik Beut dan anaknya Rizqia.

Suasana jadi meriah. Mereka mendengar cerita pengalaman saya yang sempat mampir ke Semendo.
“Kakak hebat nian ke dusun make sepeda,” kata Sri.

Hendi, suami Iyes yang baru saya kenal, mengaku jadi antusias mengikuti cerita touring saya. Bahkan dia meminta saya terus meng-update kemajuan perjalanan saya.

Malam harinya saya bersama Iyes dan keluarga main ke rumah Sri. Adalah kearifan lokal di kami untuk saling mengunjungi, meski tadi sudah bertemu.

Sri sudah menyiapkan makan andalan kami: pempek.

Jumat, 16 Agustus 2024

Taufik Abriansyah