Day 23: Iwan Fals Menemani Saya Melewati Keheningan Belukar Sumatra

Santai507 Views

GITULAH.COM PENGANTAR REDAKSI: Mulai Jumat (19/7/2024) seorang penjelajah bersepeda bernama Taufik Abriansyah memulai ekspedisi “Gowes ke Sabang, Gowes ke Marauke”. Sesuai judulnya, mantan wartawan Majalah Tempo ini berniat gowes ke ujung barat dan timur Indonesia dalam rangka mensyukuri nikmat Allah dan merayakan Indonesia. Mulai Senin (22/7) gitulah.com menurunkan ekspedisi tersebut. Selamat membaca.

Day 23

Simpang Gas (Musi Banyuasin) – Kota Jambi

Pagi ini saya mengalami peristiwa yang kurang mengenakkan. Pas mau nyalakan kompor, ternyata gasnya habis. Bukan itu saja, saat hendak memperbaiki kanvas rem yang dudukannya kurang enak, saya baru menyadari kunci multifungsi yang saya simpan di bagasi depan ternyata sudah tidak ada. Mungkin terjatuh entah di mana.

Alhasil saya gagal ngopi, dan tidak bisa ngoprek kanvas rem. Mungkin karena perasaan kesal pada diri sendiri itu saya jadi kesulitan buang air besar.

Agak kesal tapi tidak berlama-lama saya bereskan semua barang bawaan saya. Masih sekitar jam 07.00 saya meninggalkan penginapan. Untungnya beberapa meter dari situ ada warung yang sudah buka. Saya pesan kopi dulu satu gelas.

Beres ngopi saya bergerak lagi. Tujuan saya hari ini adalah Kota Jambi. Jaraknya sekitar 100 km. Lumayan juga. Seperti dua hari kemarin, kontur jalan masih berupa jalan bergelombang. Seratus meter nanjak, seratus meter turunan begitu seterusnya. Banyak rambu yang mengingatkan bahwa jalan yang akan dilalui ini bergelombang.

Ada juga rambu peringatan tentang bahaya gas tekanan tinggi. Rupanya di pinggir-pinggir jalan lintas Sumatra ini juga dibangun pipa gas bertekanan tinggi.

Mungkin karena sudah dua hari melalui jalan bergelombang, hari ini saya mulai bisa menyesuaikan kecepatan dan mengatur tenaga agar tidak cepat terkuras.

Setiap melewati kampung kini terlihat banyak umbul-umbul merah putih. Banyak juga rumah yang sudah memasang bendera. Suasana peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia sudah mulai terasa.

Selain belukar, pemukiman, jalur jalan ini terasa banyak tikungan. Dan juga banyak lapo (warung makan orang Batak).

Di satu lapo selepas Desa Sumber Hitam saya berhenti. Permisi ikut ke toiletnya, karena sudah ada panggilan alam. Mungkin pengaruh kopi tadi. Supaya Ito pemilik lapo tidak cemberut, saya beli saja sebotol aqua.

Topik Lain :  Sudah 70 Persen dari Target Realisasi Investasi Sektor Parekraf

Cuaca terasa mendung. Saya bisa mengayuh agak cepat. Sengaja agak cepat karena jarak yang akan saya tempuh hari ini lebih dari 100 km.

Di satu belukar saya melihat ada kucing melintas. Beberapa meter kemudian ada pria berdiri di pinggir jalan. Bercelana panjang, telanjang dada. Tanpa alas kaki. Dia menatap saya dengan tajam. Saya melengos.

Menjaga agar nyali tidak kecut, saya fokus pada jalan saja. “Ah itu yang lewat adalah kucing. Kucing. Titik,” teriak saya dalam hati. Pria itu saya anggap saja ODGJ yang sedang mencari jejak.

Speaker saya nyalakan. Iwan Fals kembali menemani saya melewati keheningan belukar di Sumatra ini. Saya sebut belukar, bukan hutan, karena berupa tanaman yang pendek saja. Bukan pohon-pohon tinggi.

Jarak belukar ini pendek saja. Paling satu dua kilometer sudah menemukan bangunan. Entah warung makan, tempat orang jualan, atau tambal ban.

Sekitar 15 Km dari tempat saya start, masuk desa Tampang Baru, Kecamatan Bayung Lincir. Di sini saya mampir di Masjid Al Ikhlas karena ada lemari di teras yang menarik perhatian saya. Persis di sebelah masjid ini ada penginapan Berkah Lestari.

Lemari itu adalah Lemari Sedekah. Siapapun boleh memberi, siapapun boleh mengambil. Tapi sayangnya waktu saya periksa, lemari ini dalam keadaan kosong.

Saat mengayuh lagi, saya melewati banyak daerah yang bernama Simpang. Selain Simpang Gas tadi, ada lagi Simpang Bayat, Simpang Pauh, Simpang Telkom, dan seterusnya.

Di jalur ini ada banyak truk berukuran besar yang lalu lalang mengangkut batu bara. Saya harus ekstra hati-hati kalau pas truk ini mau mendahului. Salah-salah saya bisa terperosok ke bahu jalan.

Mendekati jam 11.00 saya masuk kota kecamatan Bayung Lincir. Menariknya ada beberapa rumah di kiri jalan yang terlihat ada pura kecil (tempat beribadah orang Hindu). Mungkin orang Bali si pemilik rumah ini.

Topik Lain :  Jumlah Turis Asing pada Desember 2022 Meroket 447,08 Persen

Menjelang masuk kota jalan sudah terasa datar. Tapi begitu keluar kota, jalan kembali rolling seperti naik roller coaster. Beberapa kilometer kemudian bertemu area pembangunan Jalan Tol segmen Bayung Lencir – Simpang Tempino. Jalan tol ini merupakan bagian dari jalan tol Trans Sumatra.

Saya melihat ada beberapa rumah yang terpotong karena terkena proyek. Ada pula warung es campur dengan tulisan Panbers. Semula saya kira pemiliknya adalah orang Batak suku Panjaitan. Ternyata Panbers yang ini orang Pandeglang, kependekan dari Pandeglang Bersinar.

Makin mendekati ujung perbatasan provinsi Sumatra Selatan, baliho-baliho calon gubernur sudah mulai tidak tampak lagi.

Di Desa Mekarjaya saya dihentikan pemotor touring. Anggotanya ada 4 orang. Semua berplat F. Mereka rupanya mau menyapa karena ada tulisan di belakang sepeda bahwa saya berasal dari Cipageran, Bandung Barat.
“Akang bade kamana,” kata salah seorang dari mereka.

Rupanya mereka mau ke KM 0 Sabang juga. Bahkan berencana mau ikut upacara 17-an di sana. Setelah sempat mengambil foto, Kang Abi dan kawan-kawan kembali melesat. Meninggalkan saya.

Sekitar jam 15.00, setelah mengayuh 75 km dari tempat start, saya akhirnya tiba di perbatasan provinsi. Desa Sukajaya, Kecamatan Bayung Lencir di Provinsi Sumatra Selatan, dan Desa Sukadamai, Kecamatan Mestong di Provinsi Jambi.

Tugu perbatasan terkesan sederhana saja. Ada juga tugu tanda masuk wilayah teritorial militer Korem 042 Garuda Putih.

Dari perbatasan ke Kota Jambi masih sekitar 35 kilo lagi. Saya pun kembali memacu sepeda.

Menjelang maghrib saya tiba di Kota Jambi. Bersamaan dengan itu, hp saya mulai bermasalah. Tidak bisa menangkap paket data internet. Saya kesulitan menghubungi keluarga yang tinggal di Jambi.

Akhirnya saya memilih menuju pusat kota. Mencari penginapan murah. Sambil mengayuh, saya perhatikan di Jambi ini banyak sekali BH di jalan.

Sabtu, 10 Agustus 2024

Taufik Abriansyah