Day 8: Jalur Tarahan ke Bandar Lampung Bukan Hal Asing Bagi Saya

Santai909 Views

GITULAH.COM

PENGANTAR REDAKSI: Mulai Jumat (19/7/2024) seorang penjelajah bersepeda bernama Taufik Abriansyah memulai ekspedisi “Gowes ke Sabang, Gowes ke Marauke”. Sesuai judulnya, mantan wartawan Majalah Tempo ini berniat gowes ke ujung barat dan timur Indonesia dalam rangka mensyukuri nikmat Allah dan merayakan Indonesia. Mulai Senin (22/7) gitulah.com menurunkan ekspedisi tersebut. Selamat membaca.

Day 8
Tarahan – Bandar Lampung
Hari masih gelap saat  bangun dari tidur pagi ini. Waktu masih sekitar pukul 05.00. Di sebelah-sebelah terdengar suara kesibukan orang berkemas.
Di sebelah saya ada teman federalist dari Kafejo (Purworejo) dan DFB (Demen Federal Bali), di depan ada teman dari Fedbumi (Federal Sukabumi).
Mereka berkemas karena hari ini peserta Jamnas akan kembali ke tempat asal masing-masing. Ada yang mau digowes lagi, ada yang mau diloading. Naik bis, mobil pick up, bahkan juga naik pesawat terbang.
Saya bergegas berlari menuju mushola yang ada di dekat meja registrasi. Mushola itu sangat kecil. Hanya bisa dua shaf saja. Kapasitasnya paling untuk enam orang. Saat saya tiba, Shalat Subuh tengah berlangsung. Saya masbuk (tertinggal rakaat dalam shalat berjamaah).
Kembali ke tenda, saya mulai ikut membereskan barang bawaan saya. Tidak terburu-buru karena rencananya hari ini saya akan gowes hanya sampai Bandar Lampung. Jaraknya sekitar 20 km saja dari Pantai Selaki.
Karena jarak yang dekat itu, saya nyalse (nyantai, Sunda) bisa mengikuti acara Jamnas sampai selesai. Beda dengan teman-teman yang berasal dari Pulau Jawa, sejak pagi ini mereka sudah bergerak menuju Bakauheni.
Sekitar jam 07.00 panitia membagikan sarapan. Menunya ayam goreng. Karena banyak peserta yang sudah berangsur pulang, nasi kotak itu pun menumpuk. Yang mengambil dua pun tidak apa.
Sambil sarapan, saya mulai mengemasi barang-barang saya. Matras digulung, tenda dilipat. Lalu pannier kembali dipasang di sepeda.
Dalam posisi stand by siap jalan, saya mendekati panggung acara. Panitia mengisi sesi pagi itu dengan sosialisasi tentang uang rupiah dari Bank Indonesia. Acaranya cukup menarik. Karena petugas Bank Indonesia menyampaikan materi secara atraktif.
Di sela penyampaian materi mereka kerap mengajukan pertanyaan dengan iming-iming hadiah. Salah satu pertanyaan siapa nama pahlawan asal Papua yang gambarnya ada di uang pecahan Rp 10 ribu.
“Frans Kasiepo !” teriak saya.
Alhamdulillah saya dapat hadiah berupa dompet uang berlogo Bank Indonesia. Seluruh rangkaian acara Jamnas  itu ditutup dengan pengundian doorprize hadiah utama sepeda fullbike.
Sekitar jam 09.30 saya mulai bergerak meninggalkan arena Jamnas. Bareng dengan peserta lain. Tiba di mulut jalan raya, mereka belok kanan ke arah Bakauheni, saya belok kiri ke arah Bandar Lampung.
Di Bandar Lampung saya akan menemui Pak Nur Soedjarwanto, yang dulu pernah tetanggaan di Komplek Puri Cipageran. Dulu rumah kami persis berhadapan. Meski rumahnya sudah lama dijual dan berkali-kali ganti pemilik, kami tetap menjalin silaturahmi.
Pak Nur ini dosen di Universitas Lampung. Keluarganya ada di Jawa Timur. Istrinya, karena berprofesi sebagai PNS, berdomisili di Tulungagung, dua anaknya tinggal di Surabaya. Jadi Pak Nur  ‘membujang’ di Bandar Lampung.
Mendengar saya akan melintasi Bandar Lampung, Pak Nur menyilakan mampir dan bahkan menginap di kontrakannya. Karena memang sudah lama tidak bertemu, akhirnya saya memilih mampir di Pak Nur.
Jalur antara Tarahan ke Bandar Lampung ini bukan hal yang asing. Dulu sewaktu masih kecil saya sering melewati jalur ini. Dulu nama Bandar Lampung belum ada. Masih dua nama kota. Yaitu Tanjung Karang dan Teluk Betung. Dulu kami menyingkatnya menjadi  *Tante.*
Saat masih bekerja sebagai jurnalis, saya pernah diajak PT Kereta Api Indonesia ke terminal batubara di Tarahan. Di sini *KA Babaranjang* beroperasi. Rangkaian kereta itu sangat panjang. Bisa mencapai lebih dari satu kilometer. Nama Babaranjang kependekan dari: batu bara rangkaian panjang.
Dari Tarahan saya melewati Pelabuhan Panjang. Ini juga semacam de javu buat saya. Karena dulu kalau mau ke Jakarta, harus naik kapal dari Panjang ke Merak. Kapal laut berukuran besar. Saya masih mengalaminya. Beberapa kali naik kapal laut besar.
Sejak ada pelabuhan penyeberangan Bakauheni, kesibukan Pelabuhan Panjang lebih banyak untuk urusan angkutan barang saja.
Setelah pelabuhan ada lagi Pasar Panjang. Menelusuri jalan Yos Sudarso saya makin masuk kota Bandar Lampung.
Di Jalan Gatot Subroto saya berhenti sejenak. Ada pedagang es krim dengan topping kacang merah. Segar rasanya.
Saat menikmati es, beberapa goweser melintasi saya. Ada yang sekadar say hello, ada yang melipir ngajak ngobrol. Salah satunya Oom Yudhi, yang sudah berkali-kali hadir di acara Fedkoci (Federal Kota Cimahi).
Mendengar tujuan saya akan ke Metro dan Kotabumi, Oom Yudhi menawarkan diri untuk menemani. Tapi karena saya masih akan mampir-mampir di keluarga, saya lebih memilih gowes sendiri.
Matahari makin panas. Suara orang ngaji dari speaker yang dipancarkan di masjid-masjid makin banyak. Hari itu hari Jumat.
Saya mengayuh lagi. Dari jalan Gatot Subroto saya belok kanan melakui Mall Kartini dan Stasiun Tanjung Karang. Di situ berhenti sebentar untuk mengambil gambar.
Sekitar sekilo meter kemudian saya berhenti di Kantor PT KAI Regional Tanjungkarang. Di samping kantor ada Masjid Al Ikhlas. Saya jumatan di situ.
Beres jumatan saya kembali mengayuh sepeda ke tempat Pak Nur. Jaraknya sudah tinggal beberapa meter saja.
Melewati Jalan Sam Ratulangi lalu masuk ke Gang Bungsu yang ada gapura, Pak Nur sudah menunggu di depan pintu.
Beliau menyambut saya dengan hangat. Kami langsung ramai bercerita berbagai hal sejak kami tidak bertetangga lagi. Cerita kemudian dilanjutkan sambil menyantap nasi padang. Saya, dan Pak Nur juga, makan dengan lahap.
Jumat, 26 Juli 2024
Taufik Abriansyah
Topik Lain :  Day 38: Hari Masih Terang Waktu Kami Masuk Kota Sibolga