GITULAH.COM – Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkap sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jaringan internasional. Dari pengungkapan itu, sudah ditetapkan empat tersangka, yakni ZS, M, H, dan NSS.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen. Pol. Himawan Bayu Aji menjelaskan, kasus ini terungkap pertama kali usai penangkapan tersangka NSS pada Agustus 2023. Kemudian, saat didalami masih adanya pihak lain yang berada di Abu Dabi yang mengatur operasional sindikat ini berinisial ZS.
“Para tersangka beroperasional di luar wilayah Indonesia, sehingga penyidik mengajukan permohonan red notice ke Interpol melalui NCB Interpol Divhubinter Polri dan telah diterbitkan red notice terhadap tersangka inisial ZS alias Colby pada 1 Desember 2023,” ujarnya dalam konferensi pers, di Jakarta, Selasa (16/7).
Lalu langsung dilakukan penangkapan ZS, yang merupakan warga negara Cina. ZS merupakan ketua kelompok scam. Tersangka pun mempekerjakan 17 warga negara Indonesia, 10 warga negara Thailand, 21 warga negara Cina, dan 20 warga negara India. “Tersangka ZS ini yang mempekerjakan tersangka NSS yang merupakan penerjemah untuk menjelaskan kepada WNI bagaimana cara mengoperasionalkan scam pekerjaan paruh waktu,” jelas Himawan.
Dijelaskannya, dalam pengembangan lebih lanjut, penyidik menangkap tersangka lainnya, yakni M selaku penyalur warga negara Indonesia untuk bekerja melakukan scam pekerjaan paruh waktu. Padahal, saat ditawari pekerjaan, para WNI itu disebut akan bekerja yang berkaitan dengan komputer. Tersangka lainnya yang ditangkap adalah H yang merupakan operator scam pekerjaan paruh waktu. Selain itu, terdapat empat buron WNI lainnya yang sudah diterbitkan rednotice-nya dan satu WNA akan diterbitkan rednotice-nya.
“Total sudah 823 WNI menjadi korban TPPO sejak 2022 sampai 20224. Mereka awalnya ditawari sebagai operator komputer oleh tersangka,” ungkap Himawan.
Ditegaskan Direktur, jaringan ini juga beroperasi di India, Cina, dan Thailand dengan total kerugian dari tiga negara itu Rp 1,5 triliun. Indonesia sendiri, ujarnya, mengalami kerugian Rp59 miliar. “Sampai saat ini kami masih mengupayakan perampasan aset yang diduga masih ada di Abu Dabi,” tegasnya.