JAKARTA – Pertamina menyiapkan delapan persen dari total belanja investasinya hingga tahun 2029, atau sekitar 5,7 miliar dolar AS, untuk pengembangan energi baru dan terbarukan. Chief Executive Officer Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) John Anis menegaskan itu di Indonesia Pavilion COP29 di Baku, Azerbaijan, Senin (11/11).
Energi baru dan terbarukan yang dikembangkan dengan anggaran tersebut mencakup geothermal, bioetanol, hidrogen hijau, tenaga surya, tenaga angin, tenaga biomass, baterai, dan bisnis karbon. “Investasi ini merupakan komitmen kuat Pertamina mendukung enhanced nationally determined contribution Indonesia,” ujar John, seperti dirilis Pertamina.
Investasi tersebut bertujuan untuk mewujudkan pertumbuhan bisnis rendah emisi Pertamina sekaligus mendukung target net zero emission Indonesia tahun 2060. Setidaknya ada empat target agresif Pertamina hingga tahun 2029 untuk mendukung ini, antara lain 60 juta kilo liter (KL) penjualan bahan bakar nabati (BBN), 5,5 KL produksi petrokimia, 1,4 gigawatt (GW) kapasitas terpasang geothermal, dan 1,5 juta ton setara CO2 penurunan emisi melalui CCS/CCUS.
Implementasi BBN diinisiasi Pertamina dengan menyediakan produk biodiesel untuk masyarakat sejak 2015, dan saat ini Pertamina juga mendukung pengembangan bensin ramah lingkungan berbasis bioetanol. Melalui proyek uji coba, tahun lalu Pertamina sudah pula meluncurkan Pertamax Green 95 yang mencampur bensin dengan bioetanol lima persen. Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina NRE, juga bekerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara akan menginisiasi pembangunan pabrik bioetanol di Banyuwangi dengan kapasitas produksi 30 ribu KL per tahun.
Khusus geothermal, saat ini kapasitas terpasang mencapai 672 megawatt (MW). Setelah melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) pada Februari 2023, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk agresif menangkap peluang untuk pengembangan geothermal dengan target kapasitas terpasang menjadi dua kali lipat pada tahun 2029.
Komitmen Pertamina untuk mendukung target net zero emission pemerintah tidak main-main. Terbukti dari penurunan emisi yang sudah terealisasi pada periode 2020 – 2023 mencapai 8,5 juta ton setara CO2 atau menurun 34 persen dari cakupan 1 dan 2. Sedangkan untuk cakupan 3 Pertamina berhasil menurunkan emisi sebesar 32,7 juta ton setara CO2 dari implementasi bahan bakar nabati pada tahun 2023.
Implementasi serius Pertamina dalam aspek environmental, social, and governance (ESG) juga tercermin dari skor ESG yang mencapai 20,7 yang penilaiannya dilakukan oleh lembaga pemeringkat ESG skala global. Skor ini memposisikan Pertamina sebagai yang pertama di sub-industri minyak & gas terintegrasi.
“Strategi korporat Pertamina mencerminkan dukungan yang kuat terhadap transisi energi. Namun tentu komitmen kuat saja tidak cukup. Diperlukan juga dukungan kuat dari semua stakeholder untuk bisa bersama-sama mewujudkan dekarbonisasi nasional,” tambah John.
VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menjelaskan, Pertamina berupaya memperkuat posisi Indonesia dalam aksi global menghadapi perubahan iklim. “Kami ingin menjadi pionir dalam transisi energi, berkontribusi nyata dalam upaya keberlanjutan, dan menjadi katalisator bagi Indonesia dalam mencapai masa depan energi yang lebih hijau. Kami ingin menunjukkan Indonesia memiliki kemampuan untuk memimpin panggung global dalam mitigasi perubahan iklim.” kata Fadjar.