Gowes Cipageran (KBB) – Sabang KM 0: Mensyukuri Nikmat Allah, Merayakan Indonesia

Santai503 Views
PENGANTAR REDAKSI: Mulai Jumat (19/7/2024) seorang penjelajah bersepeda bernama Taufik Abriansyah memulai ekspedisi “Gowes ke Sabang, Gowes ke Marauke”. Sesuai judulnya, mantan wartawan Majalah Tempo ini berniat gowes ke ujung barat dan timur Indonesia dalam rangka mensyukuri nikmat Allah dan merayakan Indonesia. Mulai Senin (22/7) gitulah.com akan menurunkan ekspedisi tersebut. Selamat membaca.
BANDUNG — Day 1: Cipageran-Karawang. Suasana depan rumah saya di Komplek Puri Cipageran Indah, Kabupaten Bandung Barat, terlihat meriah pada Jumat (19/7). Puluhan bapak dan ibu tetangga berkumpul untuk melepas saya bersepeda.
Gowes saya kali ini cukup isimewa, sehingga mereka merasa perlu menyaksikan keberangkatan saya sebagai tanda untuk memberi semangat.
Tujuan gowes saya kali ini adalah KM O Sabang Indonesia di Pulau Weh, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Bagi penggemar gowes jarak jauh (touring), berfoto dengan sepeda milik sendiri di titik KM O di Sabang ini menjadi tujuan yang diidam-idamkan.
Semula tujuan saya adalah mengikuti *Jambore Nasional* (Jamnas) sepeda Federal yang akan dilaksanakan di Pantai Selaki, Provinsi Lampung. Lalu saya terpikir untuk melanjutkan gowes ke kampung asal moyang saya di Semendo hingga Palembang. Kemudian berkembang lagi rencana tujuan saya hingga ke KM 0 Indonesia di Sabang.
Dari rumah saya di Cipageran, jarak ke Sabang ada sekitar 2.800 kilometer. Rata-rata pegowes dari Bandung butuh waktu 1,5 bulan untuk mencapai tempat itu. Saya mungkin butuh waktu lebih banyak lagi. Lantaran kemampuan gowes saya terbilang pas-pasan, beban yang saya di pannier saat start juga cukup berat.
Sebelum touring jauh, saya punya kebiasaan mengajak tetangga berpartisipasi. Caranya dengan memberi sumbangan berupa alat shalat  (sarung, mukena, sajadah).
Amanah sumbangan itu kemudian saya bagi-bagikan di masjid yang saya singgahi. Terutama masjid di kampung- kampung kecil. Alhamdulillah banyak yang respons.  Meski gembolan saya jadi lebih berat, saya justru merasa senang. Apalagi nanti di perjalanan beban itu berangsur-angsur berkurang.
Setelah cukup beramah-tamah dan mendapat sambutan pelepasan oleh Pak RT Iwan Nirwana, sekitar pukul 07.30 saya mulai bergerak. Diiringi lambaian tangan para tetangga saya mulai mengayuh meninggalkan komplek.  Beberapa ada yang juga mengiringi memakai sepeda. Beberapa ada juga yang memberi salam tempel. Hehehe.
Rute yang saya pilih adalah rute umum yang sudah berkali-kali saya lewati. Dari komplek saya mengambil jalan melewati Komplek Permata untuk keluar ke Jalan Raya Gadobangkong.
Menjelang pertigaan Padalarang saya dihadapkan dengan kemacetan antrean truk-truk besar. Hal yang rutin di kawasan ini. Setelah lolos melewati pasar, baru saya bisa melaju lebih lebih cepat. Apalagi pas di turunan Cikamuning – Tagog Apu saya bisa melaju kencang sambil bersiul siul.
Di kawasan Nyalindung saya berhenti di Masjid At Takwa, untuk meletakkan alat shalat yang dititipkan tetangga. Saya sudah pernah beberapa kali singgah di masjid ini.
Di Masjid At Takwa ini pula saya berpisah dengan Pakde Narli, anggota *Fedkoci* (Federal Kota Cimahi) yang mengiringi gowes sejak dari rumah tadi.
Dengan Pakde Narli saya sudah beberapa kali gowes bareng. Terutama kalau ada even kemping di Kiarapayung. Bahkan kami pernah gowes bareng dari Pacitan – Ponorogo hingga Tuluangagung.
Setelah melewati jembatan Nyalindung, kontur jalan mulai menanjak. Lumayan tinggi. Karena sudah beberapa kali melintas jalur ini, saya sudah lebih siap mental.
Namun lantaran beban yang lumayan berat, tak urung saya keteter juga. Di tanjakan terakhir menjelang pertigaan Sawit, kaki saya mulai terasa berdenyut-denyut tanda mau keram. Mula-mula kaki kiri. Saya tetap mengayuh pelan.
Saat kaki kanan terasa nyut-nyutan juga, saya menepi. Sebelum benar-benar keram, saya harus beristirahat dulu.
Saat sudah merasa siap, saya mulai mengayuh lagi. Pelan-pelan saja, yang penting berhasil melewati tanjakan. Saya sudah hapal jalan ini. Setelah pertigaan Sawit kontur jalannya berupa turunan panjang. Kaki saya bisa beristirahat.
Di fly over jalan tol di Darangdan, saya berhenti. Di kolong tol ini ada pedagang sate maranggi yang ramai didatangi pengunjung. Saya santap siang di situ. Harganya murah meriah. Satu tusuk sate Rp 2.000, dan sebungkus nasi Rp 3.000. Cukup Rp 13.000 bonus segelas teh hangat, biaya makan siang hari ini.
Usai makan saya kembali melaju kencang. Di jalanan sudah mulai tampak bapak-bapak yang tengah berjalan menuju masjid untuk jumatan.
Saya berhenti di Masjid Al Barokah di daerah Sukatani. Masjid ini penuh sesak karena banyak anak-anak sekolah yang jumatan di situ.
Untungnya saya masih dapat shaf di bagian belakang. Berdesak-desakan dengan anak sekolah. Tapi untungnya mereka tidak berisik saat khotib naik mimbar.  Khutbahnya singkat banget. Hanya sekitar 7 menit. Khotib hanya membacakan teks berbahasa Arab.
Yang lama justru istirahat saya. Maklumlah hari sedang panas-panasnya. Setelah sempat sebentar memicingkan mata, sekitar jam 13.30 saya bergerak lagi.
Cuaca sangat panas. Saya kenakan kaca mata. Sekalian untuk menghalau debu dari truk galian yang melewati saya. Masuk gerbang kota Purwakarta saya berhenti sebentar untuk ambil foto.
Untuk memperpendek jarak, dari kota Purwakarta saya memilih belok kiri di Jalan Taman Makam Pahlawan. Artinya saya tidak melewati daerah Sadang dan kota Cikampek. Di jalan pintas yang langsung tembus daerah Klari ini ada situ Cipule.
Menjelang perbatasan ke wilayah Kabupaten Karawang, saya singgah di Masjid Al Kautsar, istirahat sekaligus shalat Ashar.
Saat meletakkan mukena titipan yang saya bawa, seorang pria menyapa saya. Dia melihat sepeda dan bawaan saya. Kami pun duduk di teras masjid berbincang-bincang.
Rupanya bapak yang bernama Cecep Saripudin ini adalah ketua DKM setempat. Saya pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk minta izin ngecas baterai hape. Baterai hape sudah mulai kritis sementara powerbank yang saya bawa ternyata sudah tidak optimal.
Pak Cecep senang bersepeda juga. Tapi di sekitaran Purwakarta saja. Sebelum berpisah, pak Cecep memberikan dua botol aqua dan sebotol teh pucuk untuk bekal saya.
Masuk wilayah Kabupaten Karawang, setelah Situ Cipule, kaki saya nyut-nyutan lagi. Beberapa kali saya harus berhenti sebelum terjadi keram. Akhirnya saya telat mencapai kota Karawang.
Waktu Maghrib saya masih di daerah Klari. Masih sekitar 14 km dari kota. Selepas shalat Maghrib saya kembali mengayuh.
Tiba-tiba ada mobil sedan putih mepet saya. Kaca jendelanya terbuka. Sang sopir melambaikan tangan tanda minta saya berhenti.
Mobil kemudian berhenti di depan saya. Plat nomornya AB tanda berasal dari Yogyakarta. Dari pintu mobil keluar pria berperawakan sedang yang berjalan dengan (maaf) pincang.
Masya Allah, ini pincang beneran. Bukan pincang karena kelamaan nyetir”, gumam saya dalam hati.
Si bapak lalu mengenalkan diri. Bernama Bambang asal Sleman. Dia buru-buru minta maaf menghentikan saya karena tertarik dengan tulisan yang ada di belakang sepeda.
“Saya dulu pernah seperti bapak. Sepedaan keliling Indonesia. Saya jadi ingin bernostalgia,” katanya.
Kami langsung akrab. Meski berdiri di pinggir jalan, di tengah ingar-bingar kendaraan yang lewat, kami ngobrol tentang suka duka touring bersepeda.
Pak Bambang kemudian mengeluarkan hape, dan mulai mengambil video. Hanya diterangi lampu-lampu kendaraan yang lewat, dia membuat reportase singkat. Wah sepertinya saya jadi konten.
Setelah bertukar nomor hape, saya meneruskan perjalanan. Melewati Jalan Surotokunto, Pasar Johar, dan Tuvarep. Buat saya pribadi, nama jalan Surotokunto ini sangat berkesan. Karena saya tidak menemukan nama jalan ini di kota lain.
Sekitar 19.30 saya tiba di daerah Karangpawitan yang menjadi tujuan saya hari ini. Di sini sudah menunggu Hilman Tanuwijaya, sahabat seperjuangan saya di Sekeloa, Bandung dulu.
Hilman beserta keluarganya menyambut saya dengan hangat. Setelah berbasa-basi sebentar, walaupun masih belum mandi, saya langsung menyantap jamuan yang sudah mereka sediakan. Da lapaaar..
Jumat, 19 Juli 2024
Taufik Abriansyah
Topik Lain :  Bagi yang Hipertensi, Ini 5 Cara Alami Turunkan Tekanan Darah