GITULAH.COM – Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Edilburga Wulan Saptandari, M.Psi., Ph.D., mengemukakan penculikan bisa menjadi pengalaman traumatis bagi anak korban penculikan. Penculikan merupakan pengalaman tidak menyenangkan yang bisa memunculkan perasaan tidak nyaman, syok, cemas, tidak berdaya bahkan depresi.
“Penculikan ini menjadi traumatic event bagi anak. Lalu, apakah menyebabkan trauma atau tidak, ini tidak bisa didiagnosis begitu saja namun perlu pemeriksaan lebih mendalam,” ungkap Edilburga, seperti dinukil laman UGM, Kamis (2/2/2023).
Menurut Edilburga, perlu dilihat kasus per kasus. Perlakuan selama penculikan bisa memengaruhi muncul tidaknya trauma pada anak korban penculikan anak. Misalnya penculik melakukan tindak kekerasan baik fisik maupun seksual serta perlakuan buruk lainnya, anak korban penculikan bisa lebih rentan mengalami trauma. Hal berbeda akan muncul pada anak korban penculikan yang diperlakukan dengan baik selama penculikan.
Lalu, bagaimana agar terhindar dari penculikan? Edilburga membagikan sejumlah tips. Salah satunya, orang tua perlu membekali anak dengan pengetahuan bagaimana saat berhadapan dengan orang asing. Anak diberikan pemahaman untuk tidak sembarangan berbicara, tidak mudah percaya, tidak mudah terbujuk dengan iming-iming pemberian orang lain, serta bisa menolak ajakan orang yang tidak dikenal.
Orang tua juga perlu mengajari anak tentang mekanisme melindungi diri sendiri seperti belajar bela diri. Selain itu saat berhadapan dengan orang asing yang mencurigakan ataupun ketika terpisah dari keluarga, anak diajarkan untuk berteriak meminta tolong serta mencari bantuan pertolongan pada orang yang tepat.
“Beri pengertian saat meminta tolong pada orang berseragam seperti satpam atau karyawan toko yang besar kemungkinannya memberikan bantuan,” ujar Edilburga. Selanjutnya, bantu anak dalam mengenali identitas diri. Anak diajari untuk mengingat namanya, orang tua, alamat rumah serta nomor telepon orang tua.
Dosen Fakultas Psikologi UGM ini menuturkan, anak-anak juga perlu dibiasakan untuk selalu minta izin kepada orang tua setiap akan melakukan sesuatu. Selain sebagai bentuk pengawasan, meminta izin juga membantu anak dalam memahami hal-hal apanyang boleh dan tidak boleh dilakukan. Dengan terbiasa minta izin, saat ada orang asing yang memberikan sesuatu atau mengajak pergi, anak-anak akan terbiasa meminta izin atau konfirmasi terlebih dulu kepada orang tuanya.
Tak hanya itu, orang tua juga perlu memberikan literasi pada anak tekait keamanan dalam bermedia sosial. Anak diberikan pengertian untuk tidak membagikan informasi pribadi di media sosial. “Kasus penculikan secara tidak langsung, tak jarang juga berawal dari media sosial atau bermain game yang rentan terjadi terutama pada anak praremaja dan remaja sehingga perlu diberikan pendidikan terkait keamanan siber,” katanya.*