JAKARTA — Kasus dugaan penyelewengan dana di Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) memasuki babak baru. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, dua di antaranya yakni mantan ketua yayasan sekaligus pendiri ACT, A, dan ketua yayasan ACT saat ini IK.
“Pada pukul 15.50 WIB telah resmi ditetapkan tersangka,” kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7).
Selain A dan IK, polisi juga menetapkan H dan NIA sebagai tersangka dalam kasus penyelewengan dana ACT tersebut. H adalah Dewan Pengawas ACT dan NIA merupakan anggota pembina di saat A menjadi pimpinannya.
Helfi menjelaskan, A menjadi tersangka karena pada saat kejadian dia menjabat sebagai ketua pembina ACT. Sedangkan, IK menjabat sebagai pengurus yayasan ACT.
Baca juga : Polisi: ACT Selewengkan Rp 34 Miliar Dana Boeing, Rp 10 Miliar Mengalir ke Koperasi Syariah 212
Dikatakan Helfi, para tersangka belum ditahan karena pihaknya masih akan melakukan gelar perkara terkait penahanan. “Untuk sementara kita akan gelar kembali nanti di internal terkait penangkapan atau penahanan.”
Para tersangka, kata polisi, dijerat dengan pasal berlapis di antaranya KUHP, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Yayasan, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebagaimana pernah diberitakan sebelumnya, polisi sedang mengusut dugaan oknum di ACT menyalahgunakan dana dari pihak Boeing untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 tahun 2018. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyebutkan, dugaan penyalahgunaan itu diduga dilakukan oleh mantan presiden ACT A dan Presiden ACT saat ini IK.
“Pengurus Yayasan ACT dalam hal ini saudara A selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta saudara IK selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial atau CSR dari pihak Boeing untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi,” kata Ramadhan dalam jumpa wartawan, Sabtu (9/7).
Polisi juga menduga, 10 persen-20 persen dana sosial yang dikelola ACT digunakan untuk menggaji karyawan. Lembaga nirlaba ini juga diduga melakukan pencucian uang melalui pendirian perusahaan.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga menemukan indikasi terkait penyelewengan dana yayasan ACT untuk kepentingan pribadi dan kegiatan terlarang.