Jangan Terlena Euforia Pemain Naturalisasi

Tajuk712 Views

Lolosnya tim nasional sepak bola Indonesia usia 23 (U23) ke semifinal Piala Asia U23 Qatar 2024, layak mendapat acungan jempol. Strategi dan formasi permainan yang diterapkan pelatih asal Korea, Shin Tae-yong, ditopang kekompakan pemain di lapangan, membuahkan hasil membanggakan. Banyak media dan pengamat sudah membeberkan keberhasilan-keberhasilan tersebut.

Hampir semua pandangan, opini, dan komentar yang dilontarkan menyebutkan peran besar sejumlah pemain naturalisasi. Di ajang Piala Asia U23 tahun ini, Shin Tae-yong memboyong 28 pemain, empat di antaranya merupakan pemain naturalisasi yaitu Justin Hubner (Cerezo Osaka, Jepang), Ivar Jenner (FC Utrecht, Belanda), Rafael Struick (ADO Den Haag, Belanda), dan Nathan Tjoe-A-On (SC Herenveen, Belanda).

Meski hanya empat pemain, namun kehadiran keempat pemain naturalisasi tersebut ternyata memainkan peran besar bagi strategi, formasi, dan taktik yang diterapkan Shin Tae-yong. Wajar kalau masyarakat maupun netizen, menghujani keempat pemain tersebut, dan tentunya juga timnas U23, dengan pujian. Apalagi, keberhasilan ini bukan hanya mengantar Indonesia ke semifinal Piala Asia U23 Qatar 2024, tapi juga menjaga peluang Indonesia untuk tampil di Olimpiade Paris 2024, bahkan Piala Dunia 2026.

Topik Lain :  Beda Target di Piala Asia U23 Qatar, PSSI Delapan Besar, Shin Tae-Yong Empat Besar

Euforia pemain naturalisasi pun tak terelakkan. Di Indonesia, kehadiran dan peran pemain naturalisasi sebenarnya memiliki sejarah panjang. Bahkan, sejak masa awal kemerdekaan, tercatat ada nama Arnold van der Vin (penjaga gawang), asal Belanda. Arnold disebut-sebut menjadi pemain naturalisasi pertama bagi timnas Indonesia, yaitu di era 1950-an. Arnold dikabarkan pernah bermain untuk klub Union Makes Strength (UMS), VIJ (sekarang Persija), dan debutnya bersama timnas saat melawan klub Hongkong South China AA pada 27 Juli 1952.

Selanjutnya kita juga mengenal nama-nama seperti Christian Gonzales, Stefano Lilipaly, Greg Nwokolo, Victor Igbonefo, Diego Michiels, Kim Jeffrey Kurniawan, Irfan Bachdim, dan Ezra Walian. Sejumlah pelatih asing pun pernah berkontribusi seperti Ivan Kolev (Bulgaria), Peter Withe (Inggris), Alfred Riedl (Austria), Luis Manuel Blanco (Argentina), Jacksen Tiago (Brasil), Luis Milla (Spanyol), dan Simon McMenemy (Skotlandia). Seluruh nama-nama tersebut pastinya pernah berkontribusi pada perkembangan sepak bola tanah air, apapun prestasinya.

Pertanyaannya, mengapa euforia naturalisasi dan pelatih asing baru terasa sekarang? Rasanya, itu bakal kembali berpulang pada bagaimana pelatih yang ditunjuk meramu dan menyatukan para pemain naturalisasi dengan pemain-pemain lokal. Lantas, apakah langkah naturalisasi tahun-tahun sebelumnya dianggap gagal?

Ketua Umun PSSI Erick Thohir (kiri) memperpanjang kontrak pelatih timnas asal Korea, Shin Tae-yong (kanan).

Jangan buru-buru jawab ‘iya’. Pengembangan sepak bola melalui jalur naturalisasi merupakan sebuah proses panjang. Tak semudah membalik telapak tangan. Bukan pula pemilihan pemain yang ‘asal comot’, apalagi berbau ‘titipan’. Butuh kejelian pelatih melihat skill dan mental pemain serta dukungan penuh organisasi, dalam hal ini, PSSI. Prestasi yang sudah ditorehkan di Piala Asia U23 Qatar 2024 cukup membuktikan solidnya perpaduan kejelian Shin Tae-yong dan dukungan penuh Ketua Umum PSSI Erick Thohir.

Dalam kasus tertentu, naturalisasi boleh jadi merupakan solusi jangka pendek. Tapi, untuk mengembangkan sepak bola tanah air jangka panjang, program naturalisasi jelas tetap perlu dilanjutkan. Hanya saja, naturalisasi penting dibarengi dengan pembinaan pemain-pemain muda lokal. Biarkan para pemain naturalisasi, yang bermain di liga elit Eropa itu, ‘menurunkan’ skill dan mental pada pemain-pemain lokal melalui program-program lanjutan. Tentunya, di luar agenda liga dan klub masing-masing. Begitu pula dengan pelatih; Shin ‘menurunkan’ ilmunya bagi pelatih lokal berpotensi.

Program lanjutan seperti itu, apapun namanya, bisa membuka peluang bagi pemain-pemain muda maupun pelatih lokal untuk bersaing secara sehat menuju pentas dunia. Kapasitas dan kompetensi Erick Thohir di kancah persepakbolaan dunia, rasanya mampu menghadirkan level playing field bagi pemain lokal berpotensi dengan pemain naturalisasi; bagi pelatih lokal berpotensi dengan pelatih asing. Euforia pemain naturalisasi dan pelatih asing, adalah fenomena lumrah. Apalagi, dengan prestasi dan catatan sejarah baru yang membanggakan. Tapi, jangan terlena. Jangan sampai euforia naturalisasi justru menutup atau menghambat potensi pemain dan pelatih lokal. Semoga!