Prof Valina: Penting, Jaga Keseimbangan Representasi Perempuan dan Laki-Laki Hasil Seleksi KPU Provinsi

Politik314 Views

GITULAH.COM — Profesor Valina Singka Subekti dari Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia menilai pentingnya menjaga keseimbangan representasi perempuan dan laki-laki sebagai penyelenggara pemilu, baik itu di Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Untuk demokrasi yang lebih baik, menjaga keseimbangan tersebut merupakan suatu keharusan,” tegas Valina.

Penilaian itu dikemukakan Valina pada diskusi publik bertajuk “Peningkatan Keterwakilan Perempuan di KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota” yang diselenggarakan secara daring oleh Pusat Kajian Politik UI, Selasa (14/2). Diskusi diawali dengan pembukaan Program She Leads Indonesia 2023 yang diinisiasi oleh Puskapol UI bekerja sama dengan IFES dan Pemerintah Australia.

Proses seleksi 20 KPU Provinsi saat ini sedang berlangsung yang tahapannya dimulai bulan ini hingga April mendatang. Tim seleksi di masing-masing provinsi pun telah dibentuk oleh KPU RI.

Puskapol UI dengan Program She Leads Indonesia 2023 hadir untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas perempuan untuk mengikuti proses seleksi anggota KPU di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Pada awal paparannya, Valina mengaku cukup prihatin dengan representasi perempuan di KPU RI dan Bawaslu RI periode sekarang ini. Di kedua lembaga penyelenggara pemilu itu keterwakilan perempuan belum mencapai kebijakan afirmasi 30 persen.

Sebagaimana diketahui, jumlah perempuan di KPU RI saat ini hanya satu orang (14,27 persen) dari tujuh komisioner. Begitu pula di Bawaslu, satu perempuan (20 persen) dari lima anggota.

“Sebab, bila kehadiran perempuan di KPU Pusat sudah memenuhi minimal afirmasi 30 persen, maka akan berdampak pula pada keterwakilan perempuan di KPU kabupaten/kota,” kata Valina yang pernah menjadi anggota KPU RI pada 2004-2007.

Terkait hal itu, Valina berpendapat KPU RI mempunyai tugas mengingatkan tim seleksi di tiap-tiap provinsi berkomitmen kuat menghadirkan 30 persen perempuan dalam hasil seleksinya. “Ini karena di tim seleksi itu kan beragam anggotanya dan pengetahuan mereka juga mungkin masih kurang soal kebijakan afirmasi,” ujar mantan anggota Dewan Kehormatan Penelenggara Pemilu 2012-2017 ini.

Topik Lain :  Dewan Pers dan Seluruh Komunitas Pers Tegas Menolak Draf RUU Penyiaran

Valina menyebut, jika nantinya ada sepuluh calon hasil seleksi timsel di masing-masing provinsi, maka minimal ada 3-4 orang perempuan yang masuk. Selanjutnya dari lima orang yang terpilih oleh KPU RI setidaknya ada dua orang perempuan.

“Bahkan, jumlah kebalikannya juga lebih bagus yakni tiga perempuan dan dua laki-laki. Jika dari hasil seleksi, skor dan kualitasnya sama dengan calon dari laki-laki, maka harapan saya perempuan yang dipromosikan sebagai bagian dari kebijakan afirmasi.”

Valina juga mengingatkan KPU RI untuk memilih komisioner yang memiliki integritas, jujur, bersih, dan kapasitas yang tak diragukan lagi.

Dalam kesempatan sama, Direktur Puskapol UI, Hurriyah mengingatkan perlunya masyarakat mengawal seleksi KPU provinsi saat ini.

Hurriyah menyebut tiga tantangan dalam kawalan tersebut. Pertama, hilangnya pasal-pasal afirmasi dalam Peraturan KPU yang yang baru. Kedua, rekrutmen timsel yang tertutup. Ketiga, komitmen KPU terhadap penguatan keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu tingkat daerah.

Tiga rekomendasi diutarakan Hurriyah. Pertama, KPU perlu memperbaiki regulasi teknis yang bisa memberikan jaminan terhadap penerapan prinsip afirmasi di dalam setiap tahapan seleksi.

Kedua, KPU perlu merancang mekanisme rekrutmen timsel yang memiliki perspektif gender dan memiliki keahlian di bidang kepemiluan.

Ketiga, KPU perlu membuat langkah-langkah tepat untuk mengimplementasikan kebijakan keterwakilan perempuan untuk seleksi mendatang.