Puskapol UI: Keterwakilan Perempuan di Hasil Seleksi Bawaslu Provinsi Mengkhawatirkan

Nasional540 Views

JAKARTA — Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia menilai hasil tes tertulis dan tes psikologi seleksi calon anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) provinsi secara umum menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan terkait keterwakilan perempuan di dalam lembaga penyelenggara pemilu.

Tim seleksi di 24 provinsi telah mengumumkan daftar peserta yang lolos tes tersebut pada 25 Juli lalu. Dari total 288 peserta yang lulus tes tertulis dan psikologi di 24 provinsi, hanya menghasilkan 59 peserta perempuan atau sekitar 20,5 persen. Masih ada satu provinsi yang belum mengumumkan hasil seleksinya, yakni Provinsi Gorontalo.

Peneliti Pusakpol UI, Hurriyah, mengatakan pihaknya secara khusus mencatat masih ada sejumlah persoalan terkait dengan pemenuhan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan dalam proses seleksi calon anggota Bawaslu provinsi.

Persoalan pertama adalah potret keterpilihan perempuan dalam tahapan seleksi tes tulis dan tes psikologi. Penelusuran data hasil seleksi menunjukkan masih rendahnya pemenuhan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan dalam setiap tahapan seleksi.

Dari 24 provinsi, hanya ada tiga provinsi dengan persentase keterpilihan perempuan lebih dari 30 persen dalam tahapan seleksi tes tertulis dan psikologi, yakni Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Jawa Tengah.

“Sedangkan, di 21 provinsi lainnya keterpilihan perempuan masih di bawah 30 persen. Sebanyak lima provinsi bahkan hanya meloloskan satu perempuan pada tahan tes tersebut,” kata Hurriyah dalam keterangan media. Kelima provinsi tersebut yakni Riau, NTB, Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan Jambi.

Rendahnya jumlah keterpilihan perempuan dalam tahapan seleksi ini, sebut Hurriyah, sangat berpotensi mempersempit peluang keterpilihan perempuan yang cukup di tahapan seleksi selanjutnya.

“Dampak lebih jauh tentu saja tidak terpenuhinya angka minimal 30 persen keterwakilan perempuan di Bawaslu provinsi,” ujar Hurriyah.

Topik Lain :  Kenaikan Varian Omicron, Presiden Jokowi: Tetap Waspada dan tidak Panik

Sedangkan, persoalan kedua, kata Hurriyah yakni hambatan perempuan dalam proses seleksi. Ini terkait dengan keterbatasan informasi mengenai mekanisme proses seleksi, lingkungan politik yang tidak sensitif gender, hingga hambatan yang bersifat sosiokultural.

Kemudian, persoalan ketiga adalah komitmen tim seleksi dalam menerapkan kebijakan afirmasi pada tiap tahapan seleksi. “Kami melihat komitmen untuk menerapkan kebijakan afirmasi dalam setiap tahapan seleksi masih belum merata di semua tim seleksi,” jelas Hurriyah.