Wahai DPR, Pilih Minimal 30 Persen Perempuan untuk KPU dan Bawaslu!

Tajuk225 Views

Proses uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia masa bakti 2022-2027 akan digelar di DPR mulai Senin (14/2) hingga Rabu (16/2). Komisi II DPR akan memilih tujuh dari 14 calon anggota KPU, dan lima dari 10 calon anggota Bawaslu, menjadi komisioner/anggota definitif di dua lembaga penyelenggara pemilu itu.

Uji kepatutan dan kelayakan ini menjadi tahapan terakhir dari seluruh proses seleksi yang sudah digelar sejak Oktober 2021 lalu. Presiden Jokowi membentuk tim seleksi terdiri atas sebelas orang yang berasal dari unsur pemerintah, profesional, akademisi, dan tokoh masyarakat. Tim yang diketuai oleh Juri Ardiantoro dari unsur pemerintah ini telah meluluskan 24 calon dari sekitar 800-an pendaftar.

Nama-nama tersebut sudah diserahkan ke Presiden pada awal Januari. Selanjutnya diserahkan oleh Presiden ke DPR untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan sekaligus menetapkan nama-nama terpilih anggota KPU dan Bawaslu untuk lima tahun ke depan.

Satu hal yang menjadi perhatian masyarakat adalah soal keterwakilan perempuan sebagai anggota di dua lembaga penyelenggara pemilu itu. Koalisi masyarakat sipil yang berasal dari beragam unsur seperti gerakan perempuan, organisasi masyarakat, perguruan tinggi dan para akademisi, LSM pegiat pemilu dan demokrasi, dan juga insan pers, baik sendiri-sendiri maupun lembaga, menyerukan agar Komisi II DPR memilih perempuan sekurang-kurangnya 30 pesen untuk duduk di KPU dan Bawaslu RI.

Representasi perempuan minimal 30 persen di keanggotaan KPU dan Bawaslu adalah amanat undang-undang. Pasal 10 ayat (7) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan bahwa komposisi keanggotaan KPU, keanggotaan KPU Provinsi dan keanggotaan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. Juga, Pasal 92 ayat (11) yang menyatakan bahwa komposisi keanggotaan Bawaslu, keanggotaan Bawaslu Provinsi, dan keanggotaan Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

Topik Lain :  Jangan Terlena Euforia Pemain Naturalisasi

Faktanya, keterlibatan perempuan dalam keanggotaan KPU dan Bawaslu masih jauh dari jumlah minimal tersebut. Pada dua periode terakhir (2012-2017 dan 2017-2022), hanya ada satu perempuan (14,29 persen) dari tujuh anggota KPU, dan hanya ada satu perempuan (20 persen) dari lima anggota Bawaslu. Dengan demikian DPR tidak menjalankan amanat undang-undang. Frasa “memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen” seharusnya tidak dijadikan alasan bahwa tidak ada kewajiban memilih sampai 30 persen.

Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik UI, Hurriyah, seperti dikutip Republika, menyebut secara ringkas setidaknya ada tiga hal mengapa keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu begitu penting. Pertama, amanat UU sudah secara jelas memuat kebijakan afirmasi bagi perempuan duduk di lembaga penyelenggara pemilu. Kedua, dalam prespektif demokratis, penting diperhatikan bahwa pengambil kebijakan seharusnya inklusif dan terwakilinya perempuan secara merata dengan laki-laki atau setidaknya sesuai dengan kebijakan afirmasi dalam UU. Ketiga, kehadiran perempuan merupakan bentuk inklusivitas lembaga penyelenggara pemilu.

Koalisi masyarakat sipil dalam pernyataan bersama yang disiarkan Ahad (13/2) menyerukan Komisi II DPR memilih perempuan minimal 30 persen dalam seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu. Mengingat proses seleksi akhir ada di DPR RI, maka sangat penting untuk menghadirkan spirit, komitmen, dan kemauan politik yang kuat dari Komisi II DPR RI untuk memastikan keterpilihan perempuan minimal 30 persen di KPU dan Bawaslu.

Untuk bisa mewujudkan seruan koalisi masyarakat sipil, diperlukan komitmet kuat dari para pemimpin partai politik yang memiliki kursi di DPR mendukung cita-cita ini. Caranya hanya dengan mewajibkan wakil mereka di fraksi dan Komisi II untuk memilih perempuan sekurang-kurangnya 30 persen di KPU dan Bawaslu.

Topik Lain :  Penting, Strategi Redam Dampak Normalisasi Suku Bunga The Fed

Kita tentu tidak ingin lagi  keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu kembali tidak sejalan dengan yang diamanatkan oleh UU. Komitmen DPR sebagai wakil rakyat yang menyuarakan aspirasi rakyat sedang dipertaruhkan. Aspirasi itu adalah memilih perempuan minimal 30 persen untuk duduk di KPU dan Bawaslu RI.