JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka-bukaan soal realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Sampai akhir Agustus 2022, APBN mencatat surplus sebesar 0,58 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 107,4 triliun.
“Pembiayaan APBN tetap mengedepankan prinsip prudent, fleksibel, dan oportunistik,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (26/9). Diungkapkan, realisasi pembiayaan utang hingga Agustus 2022 mencapai Rp331,2 triliun atau 35,1 persen dari target yang ditetapkan. Realisasi ini jauh lebih rendah, atau turun 40,1 persen dibanding realisasi Agustus tahun lalu.
Selanjutnya, dijelaskan, neraca perdagangan pada Agustus surplus 5,76 miliar miliar dolar AS, serta nilai ekspor Indonesia pada periode itu berhasil tumbuh 30,15 persen secara year on year (yoy) mencapai 27,91 miliar dolar AS. Sementara impor pada periode yang sama 22,15 miliar dolar AS, naik 32,81 persen (yoy). Capaian ini juga sekaligus mencatatkan surplus sebanyak 28 kali berturut-turut.
“Ini yang menjadi salah satu daya tahan dari perekonomian saat dunia mengalami guncangan. Namun tak boleh terlena, karena ekspor tergantung negara tujuan dan negara lain mengalami pelemahan. Jadi harus hati-hati menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dari eksternal kita,” paparnya.
Kinerja APBN tersebut menggambarkan pemulihan ekonomi domestik terus berlanjut, meski melambat di banyak negara. Kinerja sektor eksternal Indonesia sangat positif, didukung neraca perdagangan yang melanjutkan tren surplus serta ekspor dan impor Agustus 2022 yang merupakan tertinggi sepanjang masa. Aktivitas manufaktur Indonesia masih terus menguat dengan tekanan inflasi Agustus yang semakin berkurang. Peningkatan konsumsi listrik juga berlanjut, menunjukkan terus tumbuhnya aktivitas ekonomi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan tumbuh lebih baik di tahun 2022, sejalan dengan proyeksi yang dilakukan lembaga internasional terkemuka seperti ADB (5,4 persen), IMF (5,3 persen), Bloomberg (5,2 persen), Bank Dunia (5,1 persen).
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi berbagai lembaga internasional pada level antara 5,1 hingga 5,4 persen tahun ini. ADB bahkan melakukan revisi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, dari semula 5,2 menjadi 5,4 persen. Ini tentu karena kinerja dari pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal kedua yang cukup tinggi, dan saat ini sampai kuartal ketiga juga menunjukkan aktivitas yang masih cukup kuat,” jelas Sri Mulyani.