DEPOK — Komisi II DPR RI mulai Senin (14/2) hingga Rabu (16/2) akan melakukan uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test terhadap calon anggota KPU RI dan Bawaslu RI periode 2022-2027. Terkait itu, koalisi masyarakat sipil menyerukan agar para wakil rakyat di Senayan memilih minimal 30 persen perempuan untuk duduk di dua lembaga penyelenggara pemilu tersebut.
Koalisi masyarakat sipil yang dimaksud yakni KPI, Kemitraan, Perludem, JPPR, Netgrit, Deep Indonesia, Kode Inisiatif, Puskapol UI, Pusako FH Unand, DPP UGM, Unsrat, STHI Jentera, LHKP PP Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Fatayat NU, PB KOPRI PMII, MPI, dan ANBTI. Mereka mengeluarkan pernyataan bersama yang disiarkan kepada pers, Ahad (13/02/2022).
Saat ini sudah terdapat 24 nama calon yang akan mengikuti proses uji kelayakan dan kepatutan ini. Dari 24 nama ini, terdapat tujuh orang perempuan. Masing-masing empat orang perempuan calon anggota KPU dan tiga orang calon anggota Bawaslu. Empat orang perempuan calon anggota KPU adalah Betty Epsilon Idroos, Dahliah Umar, Iffa Rosita, dan Yessy Momongan. Sementara tiga orang calon anggota Bawaslu adalah Andi Tenri Sompa, Lolly Suhenti, dan Mardiana Rusli.
Pasal 10 ayat (7) dan Pasal 92 ayat (11) UU 7/2017 menyatakan bahwa komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. Mereka menekankan, pasal ini seharusnya dimaknai bahwa kehadiran perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu wajib mencapai 30 persen. Tidak ada alasan lagi untuk berargumentasi bahwa frasa “memperhatikan” dimaknai hanya sebagai bentuk imbauan, bukan kewajiban.
Mengingat proses seleksi akhir ada di DPR RI, maka sangat penting untuk menghadirkan spirit, komitmen, dan kemauan politik yang kuat dari Komisi II DPR RI untuk memastikan keterpilihan perempuan minimal 30 persen di KPU dan Bawaslu.
Untuk itu koalisi masyarakat sipil, lembaga kampus dan akademisi, serta organisasi kemasyarakatan menyerukan sebagai berikut:
1. Mendorong pemilihan anggota KPU dan Bawaslu dengan prinsip inklusivitas dan keadilan gender, dengan menghadirkan keterpilihan yang proporsional antara perempuan dan laki-laki.
2. Mendorong pemilihan anggota KPU dan Bawaslu berdasarkan sistem pemilihan yang memuat afirmasi untuk menjamin keterwakilan paling sedikit 30 persen perempuan dalam penyelenggara pemilu. Artinya jika setiap Anggota Komisi II memilih 7 nama untuk anggota KPU dan 5 nama untuk anggota Bawaslu, maka harus dipastikan dalam nama-nama tersebut termuat paling sedikit 30 persen perempuan
3. Mendorong proses wawancara yang mengedepankan proporsionalitas dalam menggali ide dan pokok pikiran para peserta.
4. Mendorong dimasukkannya perspektif pemilu inklusif dan gender dalam proses uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPU dan calon anggota Bawaslu.